Upah Pekerja Musiman Bakal Naik, Petani Buah di Australia Terancam Gagal Panen

Seorang pria yang bekerja di sebuah perkebunan ceri yang terletak di pedesaan kota negara bagian Nashdale di New South Wales. PHOTO: AFP - www.straitstimes.com

NASHDALE – Dalam kondisi yang hampir sempurna, berkat hujan lebat dan pohon-pohon yang sehat, petani ceri di Australia bisa berharap mereka akan mendapatkan besar di penghujung tahun ini. Sayangnya, harapan itu terancam lantaran kurangnya tenaga kerja musiman, selain karena pemerintah Negeri Kanguru masih menutup perbatasan imbas pandemi Covid-19, juga disebabkan upah yang dibayarkan mungkin akan lebih besar.

Bacaan Lainnya

Seperti dilansir dari The Straits Times, seperti petani pada umumnya, Michael Cunial juga sangat bergantung pada pekerja musiman menjelang dan selama musim panen. Namun, banyak dari pekerja ini tidak ditemukan lantaran ada pembatasan untuk menghentikan laju pandemi virus corona. Bahkan, jika menemukan pekerja untuk panen ceri, dia mungkin harus membayar mereka lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya.

Cunial sendiri sebelumnya mempekerjakan sekitar 50 pekerja musiman untuk panen tahunan dan membayar mereka per satuan atau untuk apa yang bisa mereka petik. Namun, sistem tersebut telah dikecam oleh Fair Work Commission, pengadilan hubungan industrial Australia, karena membuat banyak pekerja berpenghasilan kurang dari upah minimum, sehingga aturannya mungkin akan berubah.

Serikat Pekerja Australia mengatakan, pekerja pertanian musiman harus mendapatkan upah minimum per jam sebesar 25,41 (25,03 dolar AS). Menurut komisi, bukti telah menyajikan gambaran upah rendah yang signifikan dari pekerja borongan di industri hortikultura jika dibandingkan dengan upah minimum per jam. Menurut sebuah studi tahun 2018 terhadap lebih dari 8.000 pertanian hortikultura oleh Fair Work Ombudsman, 56% di antaranya membayar lebih rendah. Federasi pertanian, yang menentang temuan itu, memiliki waktu hingga 26 November 2021 untuk mengajukan banding.

Victor, seorang pemuda Prancis yang memilih untuk tidak diidentifikasi dengan nama lengkapnya guna melindungi prospek pekerjaannya, mengaku harus bekerja 88 hari di pertanian untuk diizinkan tinggal di tahun kedua sebagai syarat visa liburan kerja. Ia harus membungkus cabang dengan kawat dan dibayar 11 sen per cabang. “Saya termasuk 10% teratas dan saya hanya mendapat 9 dolar Australia per jam, kurang dari setengah upah minimum,” katanya.

Seorang pekerja memeriksa ceri di sebuah perkebunan ceri di kota pedesaan negara bagian Nashdal di New South Wales. PHOTO: AFP – www.straitstimes.com

Sementara itu, setelah tiga tahun bekerja penuh waktu di ceri Cunial, Remy Genet sekarang mengelola pekerja musiman. Ia punya orang yang bisa mengisi 60 peti buah, mendapatkan 700 dolar Australia dalam sehari, sedangkan yang lain hanya bisa mengisi sembilan peti di bidang yang sama. “Bedanya adalah motivasinya,” ujar Genet.

Tantangan lainnya adalah perbatasan masih ditutup. Jumlah orang muda di Australia dengan visa liburan kerja dari hampir 120.000 pada Desember 2019 menjadi 39.000 pada 2020. Kekurangan tenaga kerja bertepatan dengan rekor pertanian yang diharapkan bisa bernilai 73 miliar dolar Australia di semua tanaman pada musim 2021-2022, atau naik 7% dari tahun sebelumnya. “Kami mungkin akan mempertimbangkan bonus loyalitas sebesar 10% untuk menarik pekerja,” ujar Cunial.

Pos terkait