JAKARTA – Rupiah mampu bangkit dari area merah pada perdagangan Senin (27/6) pagi ketika data ekonomi di pasar keuangan cenderung sepi. Menurut catatan Bloomberg Index pukul 09.05 WIB, mata uang Garuda menguat 42 poin atau 0,28% ke level Rp14.805,5 per dolar as Sebelumnya, spot ditutup melemah 7 poin atau 0,05% di posisi Rp14.847,5 per dolar AS pada transaksi Jumat (24/6) sore.
“Nilai tukar rupiah bersama mata uang Asia lainnya cenderung bergerak melemah terhadap dolar AS pada pekan kemarin,” tutur Kepala Ekonom bank Permata, Josua Pardede, dikutip dari Kontan. “Risk off sentimen cenderung masih mendominasi di pasar keuangan global, dengan kenaikan suku bunga The Fed yang sepanjang tahun ini sudah sebesar 1,5% dikhawatirkan akan mendorong potensi risiko resesi pada ekonomi AS.”
Sementara itu, menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, pelemahan tipis yang dialami rupiah kemarin imbas penurunan dolar AS terhadap rekan-rekan utama menuju pelemahan mingguan pertama pada bulan ini karena kekhawatiran resesi investor tumbuh. Di sisi lain, pemerintah menyambut baik keputusan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan.
Seperti diketahui, dalam pertemuan pada pekan kemarin, Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuannya 3,5% pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG). Keputusan tersebut diambil karena inflasi di dalam negeri yang dinilai masih terkendali, dan nilai tukar rupiah yang pelemahannya tidak terlalu besar.
Meski demikian, menurut Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, dilansir dari Kontan, keputusan Bank Indonesia tersebut tidak mendukung rupiah walau memang sudah sesuai ekspektasi pasar. Menurut dia, pasar akan kembali ke teknis pada supply dan demand. “Pada pekan ini, rilis data (ekonomi) juga cenderung lunak dan tidak banyak memengaruhi nilai tukar dolar AS terhadap rupiah,” ujarnya.
Nyaris senada, Ekonom Bank Mandiri, Reny Eka Puteri, juga memperkirakan rupiah masih akan melanjutkan tren negatif. Keputusan The Fed yang mengerek suku bunga acuan sebesar 75 basis poin masih memberatkan mata uang Garuda. “Apalagi, The Fed juga mengindikasikan akan menaikkan suku bunga acuan yang agresif ke depannya, sampai menuju 3,5% pada akhir tahun 2022,” katanya.