JAKARTA – Rupiah tetap terbenam di zona merah pada perdagangan Senin (27/2) sore setelah data ekonomi AS yang solid memperkuat pandangan bahwa The Fed masih akan melanjutkan kenaikan suku bunga agresif. Menurut laporan Bloomberg Index pada pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda ditutup melemah 42,5 poin atau 0,28% ke level Rp15.270 per dolar AS.
Sementara itu, mata uang di kawasan Benua asia terpantau bergerak variatif melawan greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling terpuruk setelah anjlok 0,67%, diikuti ringgit Malaysia yang melemah 0,57% dan baht Thailand yang terkoreksi 0,05%. Sebaliknya, peso Filipina mampu menguat 0,38%, disusul yen Jepang yang bertambah 0,23%, dan dolar singapura yang naik 0,16%.
“Rupiah masih berpotensi melemah akibat ekspektasi kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif oleh federal Reserve,” tutur analis PT Sinarmas Futures, Ariston Tjendra, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Ekspektasi ini dipicu rilis data indikator inflasi AS, PCE, bulan Januari yang hasilnya menunjukkan kenaikan melebihi bulan sebelumnya.”
Dari pasar global, dolar AS memang bergerak lebih tinggi pada hari Senin, melayang di dekat puncak tujuh minggu, setelah data ekonomi AS yang kuat memperkuat pandangan bahwa Federal Reserve harus menaikkan suku bunga lebih lanjut dan lebih lama. Mata uang Paman Sam terpantau menguat 0,022 poin atau 0,02% ke level 105,236 pada pukul 11.28 WIB.
Departemen Perdagangan AS pada akhir pekan kemarin melaporkan bahwa indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), pengukur inflasi pilihan Federal Reserve, melonjak 0,6% pada bulan lalu setelah naik 0,2% pada Desember 2022. Pengeluaran konsumen, yang menyumbang lebih dari dua pertiga aktivitas ekonomi AS, juga melonjak 1,8% pada bulan lalu, melebihi survei oleh Reuters dengan kenaikan 1,3%.
“Data tersebut menggambarkan ekonomi AS berjalan terlalu panas pada awal tahun, meningkatkan urgensi bagi Federal Reserve untuk memperketat (kebijakan) lebih lanjut selama beberapa bulan mendatang,” terang ahli strategi mata uang senior di National australia Bank, Rodrigo Catril. “Kenyataannya adalah ekonomi AS telah memulai tahun 2023 dari posisi yang lebih kuat dari yang diperkirakan banyak dari kita.”
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 21-22 Maret mendatang, meskipun beberapa analis melihat kemungkinan kenaikan 50 basis poin jika inflasi tetap tinggi dan pertumbuhan tetap kuat. Para pembuat kebijakan The Fed sendiri tidak mendorong kembalinya kenaikan suku bunga jumbo seperti tahun lalu.