JAKARTA – Rupiah gagal mempertahankan posisi di zona hijau pada perdagangan Senin (27/3) pagi. Menurut laporan Bloomberg Index pukul 09.05 WIB, mata uang Garuda berbalik melemah 29,5 poin atau 0,19% ke level Rp15.182,5 per dolar AS. Sebelumnya, spot sempat berakhir menguat tajam 192 poin atau 1,25% di posisi Rp15.153 per dolar AS pada transaksi Jumat (24/3) sore.
“Kenaikan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin pada Rabu (22/3) lalu sesuai dengan perkiraan pasar, sehingga langkah tersebut sebenarnya tidak menguatkan atau melemahkan rupiah,” tutur Chief Analyst DCFX, Lukman Leong, seperti dikutip dari Kontan. “Namun, dari pernyataannya, The Fed membuka opsi menurunkan suku bunga acuan pada tahun ini, yang terdengar dovish sehingga melemahkan dolar AS.”
Meski demikian, sambung Lukman, efek hasil Federal Open Market Committee (FOMC) meeting ini sudah hampir tidak ada. Karena itu, penguatan maupun pelemahan mata uang Garuda ke depannya akan tergantung pada sentimen di pasar yang berfokus pada perkembangan seputar kejatuhan perbankan di AS dan Eropa.
Sementara itu, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, berpendapat bahwa rupiah sebelumnya mendapatkan sentimen positif dari laporan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), yang menyatakan bahwa negara-negara berkembang di Asia, termasuk Indonesia, tidak akan terlalu terdampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Pasalnya, ekonomi China terus bergulir sehingga ikut memutar roda perekonomian Indonesia.
Selain itu, OECD memprediksi inflasi Indonesia pada sekitar tahun 2023 hingga 2024 akan melandai meski tidak langsung ke level rendah. Di sisi lain, lembaga itu tetap melihat tantangan yang membayangi pertumbuhan ekonom secara keseluruhan, termasuk ketegangan geopolitik yang entah kapan akan berakhir. “Hal ini berdampak terhadap risiko pangan dan energi,” tutur Ibrahim.
Lalu, bagaimana dengan pergerakan rupiah pada perdagangan awal pekan ini? Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan mata uang Garuda berpotensi melemah terbatas, terlihat dari penguatan dolar AS terhadap semua mata uang negara G10, kecuali yen Jepang, pada akhir minggu kemarin. Imbal hasil US Treasury 2 tahun turun 13 basis poin menjadi 3,71%. “Hal ini sejalan dengan ekspektasi pasar terkait peluang kenaikan suku bunga The Fed pada Mei 2023 yang mendekati nol,” ujar Josua.