JAKARTA – Setelah terus tertekan dalam beberapa sesi, rupiah mampu bangkit dan berakhir di zona hijau pada perdagangan Selasa (24/10) sore ketika fokus utama investor saat ini tertuju pada ekonomi AS, termasuk PMI dan produk domestik bruto. Menurut laporan Bloomberg Index pukul 14.56 WIB, mata uang Garuda ditutup menguat 84,5 poin atau 0,53% ke level Rp15.849 per dolar AS.
Mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia juga terpantau mampu mengalahkan greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling perkasa setelah terbang 0,7%, diikuti baht Thailand yang melonjak 0,35%, ringgit Malaysia yang terkatrol 0,21%, peso Filipina yang menguat 0,11%, dan yen Jepang yang bertambah 0,05%. Sebaliknya, rupee India harus melemah 0,11%, sedangkan yuan China bergerak datar.
“Rupiah diproyeksikan bisa menguat pada hari ini seiring koreksi pada dolar AS dan turunnya imbal hasil obligasi AS,” ujar pengamat mata uang dan komoditas, Lukman Leong, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Investor juga menantikan data manufaktur PMI (Purchasing Managers’ Index) AS yang diperkirakan menunjukkan penurunan.”
Dari pasar global, dolar AS memang bergerak lebih rendah terhadap sejumlah mata uang pada hari Selasa, mencerminkan penurunan imbal hasil Treasury AS karena investor menunggu data ekonomi utama AS sebelum pertemuan kebijakan moneter Federal Reserve minggu depan. Mata uang Paman Sam terpantau melemah 0,06 poin atau 0,05% ke level 105,478 pada pukul 10.05 WIB.
Pada pekan lalu, greenback secara luas mendapatkan dukungan setelah Ketua The Fed, Jerome Powell, mengatakan bahwa kekuatan ekonomi AS mungkin memerlukan kondisi keuangan yang lebih ketat, yang mendorong imbal hasil obligasi 10-tahun naik di atas 5% ke level tertinggi sejak Juli 2007. Bank sentral AS sendiri diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya pada pertemuan minggu depan.
Namun, sebelum pertemuan Federal Reserve pada pekan mendatang, pasar kini memusatkan perhatian mereka ke beberapa data ekonomi AS terakhir. Indeks manajer pembelian (PMI) awal akan dirilis pada hari Selasa ini waktu setempat, sedangkan produk domestik bruto (PDB) AS bakal diumumkan pada hari Kamis (26/10) atau jumat (27/10) dini hari WIB.
“Data PMI dapat menentukan ekspektasi pasar menjelang laporan PDB,” kata analis pasar senior di City Index, Matt Simpson, dilansir dari Reuters. “Jika datanya condong cukup jauh, maka hal ini dapat memicu reli dolar AS yang kuat atau kegagalan The Fed dalam periode blackout, ketika terdapat batasan pada komunikasi publik dari pejabat bank sentral.”