JAKARTA – Rupiah harus menerima nasib terdampar di area merah pada perdagangan Rabu (24/11) sore seiring laju kencang dolar AS menjelang rilis risalah pertemuan Federal Reserve. Menurut paparan Bloomberg Index pada pukul 14.58 WIB, mata uang Garuda ditutup melemah 7,5 poin atau 0,05% ke level Rp14.265 per dolar AS.
Sementara itu, mata uang di kawasan Benua Asia terpantau bergerak variatif terhadap greenback. Baht Thailand menjadi yang paling terpuruk setelah terkoreksi 0,24%, diikuti ringgit Malaysia yang turun 0,12%, dolar Singapura yang melemah 0,1%, dan yen jepang yang minus 0,03%. Sebaliknya, yuan China dan won Korea Selatan sama-sama menguat 0,07%, sedangkan peso Filipina naik 0,05%.
“Rupiah masih akan bergerak melemah pada perdagangan hari ini karena imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS terus meningkat,” ujar analis pasar uang, Ariston Tjendra, pagi tadi seperti dilansir dari CNN Indonesia. “kenaikan yield ini didukung sentimen potensi percepatan tapering dan kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve.””
Dari pasar global, indeks dolar AS masih terus melaju di zona hijau pada hari Rabu setelah sebelumnya sempat mengalami lonjakan seiring terpilihnya kembali Jerome Powell untuk memimpin Federal Reserve untuk masa jabatan kedua. Mata uang Paman Sam terpantau menguat 0,092 poin atau 0,10% ke level 96,583 pada pukul 10.54 WIB.
Seperti diberitakan CNBC, greenback sempat menyentuh level tertinggi lebih dari empat tahun di posisi 115,19 terhadap yen Jepang pada hari Selasa (23/11) kemarin, karena imbal hasil Treasury AS melonjak ke level tertinggi sejak Maret 2020 dan suku bunga The Fed diperkirakan naik dua kali pada tahun depan. Pasar berpikir bahwa Powell lebih merespons inflasi lebih cepat dibandingkan Lael Brainard, yang juga menjadi kandidat pemimpin bank sentral AS.
Saat ini, investor menantikan rilis risalah rapat Federal Reserve yang akan diumumkan Kamis (25/11) dini hari WIB, selain laporan produk domestik bruto dan klaim pengangguran awal. Tren inflasi menunjukkan bahwa The Fed mungkin perlu memulai pengetatan lebih cepat dari yang ditunjukkan saat ini. “Sehubungan dengan risalah The Fed, rincian yang perlu diwaspadai adalah diskusi seputar kriteria untuk pengurangan aset lebih cepat,” tutur ahli strategi di commonwealth bank of Australia, Carol Kong.