JAKARTA – Rupiah harus puas tertahan di area merah pada perdagangan Jumat (17/2) sore, tertekan data indeks harga produsen AS yang dilaporkan naik serta opini terbaru pejabat The Fed mengenai suku bunga. Menurut paparan Bloomberg Index pada pukul 14.58 WIB, mata uang Garuda berakhir melemah 51 poin atau 0,34% ke level Rp15.210 per dolar AS.
Sementara itu, mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia justru mampu mengungguli greenback. Yen Jepang menjadi yang paling perkasa setelah melonjak 0,32%, diikuti rupee India yang bertambah 0,20%, dolar Singapura yang menguat 0,16%, peso Filipina yang terangkat 0,15%, dan baht Thailand yang naik 0,09%. Sebaliknya, ringgit Malaysia harus melemah 0,58%,sedangkan won Korea Selatan turun 0,18%.
“Rilis data AS semalam, yaitu data produsen AS bulan Januari 2023 naik melebihi ekspektasi pasar dan data klaim tunjangan pengangguran mingguan AS menunjukkan pasar tenaga kerja yang baik,” ujar pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, dilansir dari Antara. “Faktor ini memicu penguatan dolar AS, termasuk terhadap mata uang Asia.”
Pada Kamis (16/2 waktu setempat, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa indeks harga produsen (producer price index atau PPI), ukuran inflasi dari sudut pandang industri dan bisnis, naik 0,7% pada Januari 2023, kenaikan terbesar sejak Juni lalu dan melebihi konsensus sebesar 0,4%. Dalam laporan terpisah, klaim pengangguran awal AS, cara kasar untuk mengukur PHK, turun menjadi 194.000 untuk pekan yang berakhir pada 11 Februari 2023.
“Data PPI yang kuat dan pembicaraan hawkish dari Presiden Fed Cleveland, (Loretta) Mester, telah meningkatkan ekspektasi suku bunga lebih lanjut dan ini menjadi kunci pergerakan naik dolar AS hari ini,” kata FX dan ahli strategi makro di BNY Mellon Markets di New York, John Velis, dikutip dari Reuters. “Data pasar tenaga kerja yang lebih kuat pasti memperkuat aliran pemikiran suku bunga tinggi untuk waktu yang lebih lama.”
Dalam pidatonya, Mester mengatakan bahwa The Fed memang telah menempuh cara yang cukup baik dalam membawa kebijakan dari sikap yang sangat akomodatif ke sikap yang membatasi. Namun, dirinya menegaskan bahwa mereka masih memiliki lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, dan bank sentral bisa menjadi lebih agresif dengan kenaikan suku bunga jika inflasi mengejutkan menjadi penekan harga.