JAKARTA – Rupiah harus puas tertahan di teritori merah pada perdagangan Rabu (16/4) sore ketika investor sama-sama menantikan hasil keputusan rapat federal reserve yang akan diumumkan pada Kamis (17/6) pagi WIB. Menurut laporan Bloomberg Index pada pukul 14.58 WIB, mata uang Garuda ditutup melemah 12,5 poin atau 0,09% ke level Rp14.237,5 per dolar AS.
Sementara itu, nasib yang sama dialami sejumlah mata uang di Asia yang harus bertekuk lutut melawan greenback. Peso Filipina memimpin pelemahan setelah anjlok 0,23%, disusul baht thailand yang terdepresiasi 0,08%, won Korea Selatan yang melemah 0,07%, damn rupee India yang turun 0,06%. Sebaliknya, yuan China dan dolar Taiwan mampu naik, masing-masing 0,02%.
“Pelemahan rupiah hari ini masih dipengaruhi oleh penantian pasar terhadap pengumuman hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC),” terang analis pasar uang, Ariston Tjendra, dikutip dari CNN Indonesia. “Pasar mewaspadai kemungkinan The Fed akan memulai diskusi pengurangan pembelian obligasi AS sebagai salah satu bentuk pengetatan moneter, karena tingkat inflasi AS meningkat tajam.”
Meski demikian, Ariston menambahkan, surplus neraca perdagangan Indonesia yang sesuai ekspektasi pasar bisa membantu menahan pelemahan rupiah. Tercatat, neraca dagang dalam negeri surplus sebesar 2,36 miliar dolar AS secara bulanan (month to month) pada Mei 2021. Realisasi itu lebih tinggi dari surplus 2,19 miliar dolar AS yang tercatat pada April 2021.
Sementara itu, dari pasar global, dolar AS bertahan di dekat level tertinggi satu bulan terhadap sekeranjang mata uang pada hari Rabu, karena investor mencoba memastikan apakah Federal Reserve mungkin mengubah kebijakan stimulus mereka, menyusul lonjakan inflasi AS baru-baru ini. Mata uang Paman Sam terpantau menguat tipis 0,003 poin ke level 90,539 pada pukul 11.14 WIB.
Dilansir dari Reuters, penjualan ritel AS turun lebih dari yang diharapkan pada bulan kemarin, tetapi penjualan pada bulan April direvisi naik tajam dan jauh di atas tingkat pra-pandemi. Dengan pengeluaran yang berputar kembali ke layanan dari barang karena vaksinasi memungkinkan orang AS untuk bepergian, data tersebut memperkuat persepsi pemulihan ekonomi yang kuat.
“The Fed telah mengatakan mereka akan menjadi reaksioner terhadap data, dan mereka telah mengatakan mereka ingin melihat kondisi inflasi yang diperpanjang sebelum mereka membuat komitmen untuk pengurangan atau kenaikan,” kata manajer cabang Tokyo di State Street Bank, Bart Wakabayashi. “Dolar AS harusnya reli jika The Fed memberikan petunjuk bahwa pengurangan akan dilakukan atau kenaikan suku bunga akan dilihat lebih cepat.”