Senin Pagi, Rupiah Melemah Dibayangi Isu Kenaikan Harga Pertalite

Rupiah - www.liputan6.com
Rupiah - www.liputan6.com

JAKARTA – Rupiah masih tetap berkutat di zona merah pada perdagangan Senin (22/8) pagi, dibayangi isu kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) jenis pertalite. Menurut data Bloomberg Index pukul 09.27 WIB, mata uang Garuda melemah 39,5 poin atau 0,27% ke Rp14.877,5 per dolar AS. Sebelumnya, spot ditutup turun sangat tipis, cuma 1,5 poin atau 0,01% di posisi Rp14.838 per dolar AS pada transaksi Jumat (19/8) sore.

Bacaan Lainnya

Menurut ekonom, Bank Mandiri, Reny Eka Putri, sepanjang minggu kemarin, rupiah bergerak di kisaran Rp14.730 sampai Rp14.850 per dolar AS dengan kecenderungan sedikit melemah di tengah fundamental ekonomi yang membaik. Dikatakannya, rupiah selama sepekan dipengaruhi kombinasi sentimen dari internal dan eksternal yang bervariasi.

“Faktor dari dalam negeri yang memengaruhi berasal dari pelaku pasar merespons positif data surplus neraca perdagangan sebesar 4,22 miliar dolar AS pada Juli 2022 yang mengindikasikan kinerja ekspor yang terus membaik,” tutur Reny seperti dikutip dari Kontan. “Perkembangan ini juga menjadi sentimen positif bagi mata uang Garuda.”

Sementara itu, Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, Nanang Wahyudin, mengatakan, pergerakan rupiah sempat menguat di awal pekan. Namun, kemudian berbalik melemah setelah hasil FOMC minutes menguatkan langkah agresif pada pertemuan September mendatang, yang turut mengangkat sentimen dolar AS.

“Pelemahan rupiah juga dipengaruhi isu kenaikan harga BBM bersubsidi (pertalite). Jika jadi dinaikkan, inflasi pun akan terus terkerek naik, yang pada akhirnya berdampak pada pelemahan rupiah,” ujar Nanang. “Pelaku pasar akan terus menyikapi kemungkinan pemerintah akan menaikkan harga BBM subsidi yang dikhawatirkan akan mendorong inflasi.”

Hampir senada, Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia, Lionel Priyadi, berujar bahwa kenaikan harga subsidi BBM pada tahun ini tidak dapat dihindari, kecuali pemerintah berani mengambil risiko melanggar target defisit anggaran tahun depan. Dijelaskannya, mengingat aturan UU No. 2/2020 tentang defisit anggaran tahun depan, di bawah -3% PDB, hanya ada sedikit ruang untuk terus menjaga harga BBM bersubsidi di level saat ini.

Sentimen lainnya yang diwaspadai adalah Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan digelar pada tengah pekan ini. Sejumlah ekonom berpendapat, bank sentral masih akan mempertahankan suku bunga acuan, mempertimbangkan kondisi inflasi secara fundamental dan pergerakan yang masih terjaga.

Pos terkait