JAKARTA – Rupiah mampu bertengger di zona hijau pada perdagangan Selasa (11/4) sore setelah reli dolar AS berhenti sejenak saat pasar menantikan rilis inflasi AS sebagai petunjuk kenaikan suku bunga The Fed. Menurut laporan Bloomberg Index pukul 14.58 WIB, mata uang Garuda berakhir menguat 16,5 poin atau 0,11% ke level Rp14.885,5 per dolar AS.
Sementara itu, mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia terpantau gagal menaklukkan greenback. Peso Filipina menjadi yang paling terpuruk setelah melorot 0,47%, diikuti ringgit Malaysia yang turun 0,15%, rupee India yang melemah 0,11%, won korea selatan yang terkoreksi 0,06%, yen Jepang yang berkurang 0,04%, dan yuan China yang minus 0,03%, Sebaliknya, dolar Singapura masih mampu menguat 0,02%, sedangkan dolar Hong Kong bergerak stagnan.
“Rupiah diproyeksikan menguat terhadap dolar pada hari ini, dengan sentimen pasar terhadap kenaikan suku bunga Federal Reserve masih menjadi penopang mata uang Garuda,” tutur analis PT Sinarmas Futures, Ariston Tjendra, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Dari dalam negeri, kondisi ekonomi Indonesia masih solid, dengan tingkat inflasi masih terkendali. Pasar menunggu data inflasi terbaru AS yang akan dirilis Rabu (12/4) malam.”
Dari pasar global, dolar AS mengambil napas pada hari Selasa setelah reli terbaiknya bulan ini terhadap mata uang utama karena pasar tenaga kerja AS yang tangguh mendukung kasus kenaikan suku bunga Federal Reserve pada bulan depan. Mata uang Negeri Paman Sam terpantau melemah 0,221 poin atau 0,22% ke level 102,357 pada pukul 10.27 WIB.
Seperti dilansir dari Reuters, investor sekarang melihat 74% kemungkinan The Fed akan menaikkan suku bunga seperempat poin lagi pada 3 Mei mendatang, setelah data yang dirilis pada Jumat (7/4) lalu menunjukkan pengusaha AS terus mempekerjakan dengan kecepatan yang kuat di bulan Maret, menekan tingkat pengangguran. Pekan lalu, pasar uang menilai kenaikan bulan depan sebagai lemparan koin.
“Pasar keuangan terlalu pesimistis tentang ekonomi AS sejak beberapa bank kecil AS runtuh pada Maret,” tulis ahli strategi Commonwealth Bank of Australia, Joseph Capurso dan Kristina Clifton, dalam catatan klien. “Indeks Harga Konsumen (IHK) dasar yang kuat kemungkinan akan menjadi katalis untuk perubahan harga pasar untuk bulan Mei, dan menunda harga untuk dimulainya penurunan suku bunga.”