KOTA MALANG – Alat musik rebana dikenal dalam rangkaian musik gambus yang sarat akan nilai keislaman. Rebana kerap dipakai dalam acara khusus, sehingga permintaannya masih relatif tinggi. Hal tersebut dirasakan Arif Priyadi, perajin asal Kota Malang. Sudah menggeluti bisnis tersebut sejak 2013 lalu, ia sengaja mendatangkan bahan langsung dari Pasuruan, Blitar, dan Jepara untuk menambah nilai tawar produknya.
Meski bukan bulan Ramadan, Arif bersama tiga orang rekannya tampak sibuk menyelesaikan pesanan dari para pelanggan. Warga Jl. Kyai Parseh Jaya No. 5, RT 3 RW 1, Kel. bumi Ayu, Kota Malang itu begitu telaten mengolah kulit domba untuk dijadikan rebana. Tak tanggung-tanggung, kulit domba tersebut didatangkan langsung dari luar kota. “Kami sudah biasa memesan kulit domba dari Pasuruan, sedangkan untuk kayu mahoni dan nangkanya dari Blitar dan Jepara,” ungkapnya.
Selain kayu dan kulit domba, Arif pun menyiapkan bahan penunjang lainnya yaitu aluminium dan cat khusus. Proses pembuatannya relatif panjang, dimulai dari mengolah kayu sebagai bodi rebana. Setelah bodi rebana siap, dia mulai memasang kulit dan komponen lainnya, dilanjutkan dengan pengecatan. “Di sini, saya juga melayani jasa servis rebana,” sambungnya.
Arif mengungkapkan, permintaan rebana akan meningkat saat Ramadan, bahkan bisa mencapai dua kali lipat. Ramadan tahun lalu saja dia kebanjiran pesanan hingga 50 unit rebana. Untuk menyelesaikan pesanannya itu, dia dan rekannya membutuhkan waktu sekitar dua minggu. “Harga rebana bervariasi dibanderol mulai Rp200 ribu hingga Rp900 ribu per unit,” paparnya.
Selain rebana, di tempatnya juga memproduksi bedug atau jidor dengan harga bervariasi, mulai Rp8 juta sampai Rp12 juta per unit. Selama ini, Arif lebih banyak memasarkan rebananya ke pujon, Gondanglegi, Tumpang, dan Poncokusumo. Tak hanya memaksimalkan pemasaran di area lokal, rebana buatannya juga laris di luar daerah. “Pemasaran rebana kami di Kediri, Blitar, dan Pasuruan. Bahkan, pernah mendapatkan pesanan rebana dari mahasiswa yang studi di Yaman,” tutup Arif.
Jika menilik sejarahnya, rebana digunakan oleh kaum Anshar untuk menyambut Rasulullah SAW dan para pengikutnya saat tiba di madinah. Karena itu, perkembangan alat musik rebana di Indonesia dekat dengan budaya Islam. Beberapa fungsi rebana antara lain pengiring sholawat nabi, pengiring pernikahan, sarana berkomunikasi antar masyarakat melalui kesenian, dan sebagai komunikasi makna permohonan kepada Allah SWT. Cara memainkannya adalah ditabuh sesuai dengan sholawat yang dibawakan penyanyi.
Saat ini, ada beberapa jenis rebana yang mungkin Anda temukan seperti rebana ketimpring, hadroh, dan qasidah. Rebana ketimpring memiliki ukuran paling kecil dengan garis tengah hanya 20 cm sampai 25 cm, sedangkan rebana hadroh memiliki ukuran lebih besar. Sementara itu, rebana qasidah memang digunakan sebagai pengiring lagu-lagu qasidah.