PARIS – Dengan agenda pemilihan presiden yang semakin dekat, pemerintah Prancis terus mencari cara untuk menarik dukungan sayap kanan, termasuk inisiatif baru yang kembali menargetkan Islam. Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, berencana untuk mengorganisasi ‘sebuah forum Islam’ pada awal tahun depan dalam upaya untuk mengerahkan apa yang dilihat sebagian orang sebagai pengaruh atas bagaimana umat Islam mempraktikkan keyakinan mereka.
Dilansir dari TRT World, nantinya pemerintah Prancis akan memilih antara 80-100 individu yang diajukan sebagai pemimpin agama, imam, dan anggota masyarakat sipil, tetapi yang lebih penting, menerima narasi negara bahwa Muslim dan Islam memiliki masalah di negara tersebut. Inisiatif terbaru, yang rencananya diadakan pada Februari 2022, seolah mengakui kegagalan langkah pemerintah sebelumnya.
Pada 2020 lalu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, sempat menekan Council of Muslim Worship (CFCM) untuk menandatangani piagam ‘nilai-nilai Republik’. Lalu, pada awal 2021, Macron mendorong ‘Piagam Imam’, seperangkat prinsip yang akan mendefinisikan Islam di Prancis. Kedua inisiatif tersebut gagal karena dianggap kurang memiliki legitimasi. “Kami memiliki sesuatu yang sangat formal, yang bekerja di sekitar CFCM. Namun, CFCM telah lumpuh total selama setahun,” klaim pemerintah.
‘Piagam Imam’ yang kontroversial berusaha untuk mengontrol apa yang dapat dibicarakan masjid dalam khotbah mereka, terutama jika mereka mengajukan pertanyaan seputar Islamofobia atau rasisme negara, yang dibantah oleh pemerintah Prancis sebagai masalah. Pidato di masjid yang mengarah ke ‘bermusuhan dengan kebijakan luar negeri Prancis’ juga akan dilarang.
Beberapa organisasi Muslim mengutuk upaya negara untuk ‘menginstrumentalisasi’ Islam setelah pengumuman itu. Masjid Agung Paris, sebuah badan yang dekat dengan pemerintahan Macron, berpisah dari CFCM setelah badan tersebut menolak untuk mengadopsi Piagam Imam di negara bagian, dan sekarang mendukung inisiatif terbaru oleh Darmanin.
Awal tahun ini, Darmanin sempat menyatakan ketidaksenangannya karena tidak dapat menutup lebih banyak masjid di Negeri Anggur. Selama setahun terakhir, Macron telah menutup 17 masjid karena dikatakan melanggar ‘undang-undang keamanan’ yang tidak jelas atau tidak memiliki ‘standar keamanan’ yang tepat. Sementara itu, 89 masjid lainnya juga berada di bawah pengawasan.
Isu seputar identitas dan Islam akan menjadi sorotan dalam pemilu tahun depan. Ada kekhawatiran yang berkembang di antara masyarakat sipil Prancis, organisasi hak asasi manusia internasional, dan Muslim lokal yang khawatir bahwa pemerintah Macron secara tidak proporsional menargetkan Muslim dalam upaya untuk menjilat pemilih sayap kanan.
Munculnya tokoh-tokoh seperti kandidat presiden sayap kanan, Eric Zemmour, hanya semakin mempolarisasi panggung politik Prancis. Pamor Zemmour yang melejit, seorang penulis sayap kanan dan pakar TV, membuatnya melonjak ke tempat keempat dalam jajak pendapat, mengumpulkan 13 persen suara dalam apa yang dijanjikan akan menjadi pemilihan presiden yang sangat kontroversial. Pandangan Zemmour tentang Islam yang menurutnya tidak sesuai dengan Prancis dan cara hidup Prancis, telah bergema di masyarakat setempat.