Ada PPKM, PDB Indonesia Kuartal III 2021 Cuma Tumbuh 3,51%

Produk Domestik Bruto (PDB) - accurate.id
Produk Domestik Bruto (PDB) - accurate.id

JAKARTA – Perekonomian Indonesia sepanjang kuartal III 2021 dilaporkan tumbuh lebih lambat dibandingkan kuartal sebelumnya, tertekan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Jumat (5/11), produk domestik bruto (PDB) dalam negeri kuartal III 2021 cuma tumbuh 3,51%, lebih lemah dari konsensus Reuters yang memperkirakan tumbuh 3,76%.

Bacaan Lainnya

Seperti dilansir dari , meskipun mendapat dukungan dari efek dasar yang rendah, dengan PDB berkontraksi 3,49% pada periode yang sama tahun 2020, capaian ini menandai perlambatan yang signifikan dari kuartal kedua, ketika PDB tumbuh 7,07%, atau yang terkuat dalam hampir dua dekade. Selain itu, laporan ini juga lebih rendah dari perkiraan Kementerian Keuangan yang memprediksi 4,5% secara tahunan.

Seperti negara lain, Indonesia juga mengalami lonjakan cepat dalam kasus COVID-19 pada bulan Juli 2021 ketika varian delta melanda seluruh negeri, pemerintah memberlakukan pembatasan sosial yang lebih ketat, yang otomatis menghambat perekonomian. Namun, sejak akhir Juli, penularan telah menurun dengan cepat, dengan kasus harian sekarang jauh di bawah 1.000 kasus. Dengan pembatasan sosial yang telah dilonggarkan, ekonomi negara seharusnya tumbuh pada kuartal ini.

Pemerintah berharap program vaksinasi akan menambah momentum tren saat ini. Sementara tingkat vaksinasi negara secara keseluruhan masih rendah, dengan hanya 27,44% dari populasi yang memenuhi syarat yang divaksinasi penuh, menurut Our World in Data, Jakarta, sebagian besar kegiatan ekonomi berlangsung, memiliki tingkat vaksinasi yang jauh lebih tinggi. Lebih dari 75% populasi kota tersebut telah divaksinasi.

Kementerian Keuangan mengharapkan pertumbuhan PDB tahunan sebesar 4% pada 2021, sedangkan Bank Indonesia dalam pertemuan Oktober kemarin mengharapkan pertumbuhan 3,5% hingga 4,3%. Titik kekhawatiran bagi Indonesia adalah meredanya akomodasi kebijakan moneter di AS. Federal Reserve memang sudah mengatakan akan mulai mengurangi laju pembelian asetnya akhir bulan ini. Masih segar dalam ingatan ketika taper tantrum tahun 2013 menyebabkan aksi jual pasar negara berkembang yang lebih luas.

“Keseimbangan faktor makro masih menunjukkan guncangan yang tidak terlalu parah dibandingkan dengan siklus pengetatan Fed di masa lalu,” kata ekonom di Bank Central Asia dalam sebuah laporan baru-baru ini. “Namun, tahun 2022 bisa terbukti lebih menantang daripada 2021, terutama jika inflasi domestik mulai meningkat.”

Pos terkait