PMI Jasa China Melambat, Rupiah Ditutup Melemah 0,20%

Rupiah - (Sumber : www.ebay.com)
Rupiah - (Sumber : www.ebay.com)

JAKARTA – Rupiah harus puas tertahan di teritori merah pada perdagangan Selasa (5/9) sore setelah PMI jasa China pada Agustus 2023 dilaporkan lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya, sekaligus laju terendah dalam delapan bulan. Menurut paparan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata Garuda ditutup melemah 30 poin atau 0,20% ke level Rp15.270 per dolar AS. 

Mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia juga terpantau tidak berdaya menghadapi . Baht Thailand menjadi yang paling terpuruk setelah anjlok 0,41%, disusul won Korea Selatan yang terkoreksi 0,38%, peso Filipina yang merosot 0,32%, yuan China yang melemah 0,23%, dolar Singapura yang berkurang 0,16%, dan yen Jepang yang terdepresiasi 0,10%.

Bacaan Lainnya

“Rupiah akan melemah pada perdagangan hari ini, disebabkan peningkatan risiko di pasar keuangan global setelah data PMI service China yang lebih lemah dari perkiraan,” ujar analis pasar uang, Lukman Leong, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Mata uang Garuda akan bergerak di kisaran Rp15.200 sampai Rp15.300 per dolar AS.”

Aktivitas jasa China pada bulan Agustus 2023 berkembang pada laju paling lambat dalam delapan bulan, menurut Caixin/S&P Global service purchasing managers’ index (PMI) yang diumumkan pagi tadi. PMI jasa menjadi 51,8 pada bulan lalu dari 54,1 pada bulan Juli, yang merupakan angka terendah sejak bulan Desember 2022 ketika banyak orang harus berdiam diri di karena Covid-19.

Peningkatan pesanan baru di sektor jasa berada di bawah rata-rata yang terlihat pada 2023 hingga saat ini, sebagian karena melemahnya permintaan luar negeri, menurut Caixin. baru turun untuk pertama kalinya sejak bulan Desember lalu, di tengah kondisi pasar global yang lesu. Kepercayaan dunia usaha untuk prospek 12 bulan mencapai titik terendah dalam sembilan bulan.

“Perlambatan marjinal dalam pasokan dan permintaan sektor jasa mengimbangi peningkatan produksi dan permintaan manufaktur di China,” ulas ekonom di Caixin Insight Group, Wang Zhe, seperti dilansir dari Reuters. “Masih ada tekanan penurunan yang cukup besar terhadap perekonomian Negeri Tirai Bambu.”

Dalam beberapa bulan terakhir, Beijing telah mengeluarkan serangkaian langkah untuk menghidupkan kembali pertumbuhan yang melambat, dengan bank sentral dan regulator keuangan utama pekan lalu melonggarkan beberapa aturan pinjaman untuk membantu pembeli rumah. Namun, para analis memperingatkan bahwa langkah-langkah ini mungkin akan sulit untuk mencapai tujuan di tengah lambatnya pemulihan pasar tenaga kerja dan ekspektasi pendapatan rumah tangga yang tidak menentu.

Pos terkait