JAKARTA – Rupiah tetap berada di area negatif pada perdagangan Rabu (6/9) sore dikarenakan perlambatan ekonomi global, salah satunya laporan data PMI Eropa yang melambat lebih cepat dari yang diperkirakan. Menurut catatan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda berakhir melemah 24,5 poin atau 16% ke level Rp15.294,5 per dolar AS.
Mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia juga terpantau tidak berdaya menghadapi greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling terpuruk setelah melorot 0,39%, diikuti yuan China dan baht Thailand yang sama-sama terkoreksi 0,23%, serta dolar singapura yang melemah 0,15%. Sebaliknya, yen Jepang masih mampu menguat meskipun sangat tipis, cuma 0,02%.
“Rupiah diperkirakan akan kembali melemah imbas penguatan dolar AS di tengah sentimen perlambatan ekonomi global,” tutur analis pasar uang, Lukman Leong, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Permintaan kuat terhadap dolar AS dipicu oleh aksi flight to safety setelah data PMI China dan Eropa dilaporkan lebih lemah dari perkiraan.”
Penurunan aktivitas bisnis di Eropa bulan Agustus 2023 dilaporkan meningkat lebih cepat dari yang diperkirakan karena industri jasa yang dominan di blok tersebut mengalami kontraksi. Composite Purchasing Managers’ Index (PMI) akhir HCOB zona Eropa, yang disusun oleh S&P Global dan dipandang sebagai barometer yang baik untuk kesehatan ekonomi secara keseluruhan, turun menjadi 46,7 dari 48,6 pada bulan sebelumnya, sekaligus tingkat terendah yang belum pernah terlihat sejak November 2020.
“Angka zona Eropa tidak tergelincir ke dalam resesi pada paruh pertama tahun ini, tetapi paruh kedua akan menghadirkan tantangan yang lebih besar,” kata kepala ekonom di Hamburg Commercial Bank, Cyrus de la Rubia, dilansir dari Reuters. “Angka-angka yang mengecewakan berkontribusi pada revisi ke bawah perkiraan PDB kami yang sekarang berada di -0,1% untuk kuartal ketiga.”
PMI jasa utama turun menjadi 47,9 dari 50,9, sekaligus di bawah perkiraan awal 48,3, karena konsumen yang berutang merasakan tekanan dari kenaikan biaya pinjaman dan tingginya biaya hidup yang mengekang pengeluaran. Indeks bisnis baru, yang merupakan ukuran permintaan, turun jauh di bawah titik impas menjadi 46,7 dari 48,2, level terendah yang belum pernah terlihat sejak awal tahun 2021
Survei terbaru European Central Bank (ECB) mengatakan ekspektasi inflasi zona Eropa dalam tiga tahun ke depan meningkat pada bulan Juli, dari 2,3% menjadi 2,4%, sedangkan ekspektasi satu tahun tidak berubah pada 3,4%. Hal tersebut merupakan kabar tidak menyenangkan bagi ECB, yang telah menaikkan suku bunga menjadi 3,75% selama setahun berturut-turut dalam upaya menekan inflasi ke target 2%.