Krisis Plafon Utang AS Masih Buntu, Rupiah Ditutup Menguat

Rupiah menguat
Rupiah menguat (Sumber : sindonews.com)

JAKARTA – Setelah bergerak dalam rentang yang tipis, rupiah menutup perdagangan Rabu (10/5) sore di zona hijau, memanfaatkan krisis plafon utang AS yang belum terpecahkan, yang membuat dolar AS bergerak lebih rendah. Menurut paparan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, uang Garuda berakhir menguat 10 poin atau 0,07% ke level Rp14.732 per dolar AS. 

Sementara itu, mayoritas uang di kawasan Benua Asia mampu mengungguli greenback. Baht Thailand menjadi yang paling oke setelah terapresiasi 0,19%, diikuti dolar Singapura dan dolar Hong Kong yang kompak menguat 0,05%, yen Jepang yang bertambah 0,04%, dan won Selatan yang 0,01%. Sebaliknya, rupee India harus melemah 0,29%, sedangkan yuan China terkoreksi 0,08%.

Bacaan Lainnya

“Rupiah masih akan melemah pada perdagangan hari ini karena investor masih menantikan rilis AS,” tutur analis PT Sinarmas Futures, Ariston Tjendra, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Sebelumnya, data tenaga kerja AS bulan April 2023 dilaporkan lebih bagus dari ekspektasi, yang berpotensi menyumbang kenaikan inflasi.”

Dari pasar global, dolar AS bergerak lebih rendah pada hari Rabu setelah Presiden AS, Joe Biden, dan anggota parlemen terkemuka gagal memecahkan kebuntuan pada krisis plafon utang, meskipun pergerakan uang marjinal cenderung berhati-hati menjelang AS. Mata uang Paman Sam terpantau melemah 0,060 poin atau 0,06% ke level 101,545 pada pukul 10.31 WIB.

Seperti diwartakan Reuters, Biden dan Ketua DPR AS, Kevin McCarthy, tetap belum menyepakati peningkatan batas utang 31,4 triliun dolar AS setelah pembicaraan pada hari Selasa (9/5), hanya beberapa minggu sebelum AS dapat dipaksa ke dalam posisi default yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, keduanya setuju untuk pembicaraan lebih lanjut dan berencana bertemu lagi pada hari Jumat (12/5) mendatang.

“Akhir-akhir ini ada banyak perhatian pada masalah utang,” ujar ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia (CBA), Carol Kong. “Menurut saya masalah ini tidak akan terselesaikan dalam waktu dekat. Melihat pengalaman sebelumnya, masalah biasanya diselesaikan pada menit-menit terakhir. Jadi, itu berarti mungkin ada lebih banyak volatilitas di pasar, dan saya pikir dolar AS bisa melemah lebih jauh.”

Fokus investor saat ini juga tengah tertuju pada laporan AS, dengan para ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan kenaikan konsumen inti sebesar 5,5% tahun-ke-tahun untuk bulan April 2023. Pembacaan yang lebih kuat dari perkiraan dapat memusingkan Federal Reserve, yang baru saja membuka untuk jeda dalam siklus pengetatan agresifnya.

Pos terkait