Digoyang Isu HAM, Kenapa Perusahaan Asia Tetap Jadi Sponsor Piala Dunia Qatar?

Piala Dunia Qatar - (www.qna.org.qa)
Piala Dunia Qatar - (www.qna.org.qa)

SEOUL – Negara di Asia tidak pernah memiliki kehadiran yang lebih besar di Piala Dunia daripada tahun 2022 ini, baik di dalam maupun di luar lapangan. Enam tim akan bertanding di event empat tahunan, sedangkan sembilan perusahaan asal Benua Kuning diketahui ikut menjadi sponsor dari 14 mitra yang telah digandeng oleh FIFA. Perusahaan seolah ‘mengesampingkan’ isu pelanggaran hak asasi manusia demi mendapatkan lebih banyak khalayak global.

“Pasar Asia sangat besar, meskipun secara per kapita mungkin tidak menguntungkan seperti di tempat lain di dunia,” ulas kata Simon Chadwick, seorang profesor ekonomi olahraga dan geopolitik di sekolah bisnis Skema yang berbasis di Prancis, kepada Nikkei Asia. “Namun, ada yang menduga bahwa daya tarik finansial dari kehadiran digital yang kuat di pasar Asia akan tumbuh selama sepuluh tahun ke depan.”

Bacaan Lainnya

Di antara sponsor pertama Piala Dunia tahun ini adalah startup pendidikan asal India, Byju, yang keterlibatannya datang meskipun tim nasional India tidak akan berpartisipasi. Ini adalah kasus serupa untuk empat sponsor China dan satu Singapura. Tujuan Byju adalah untuk menjangkau sepuluh juta siswa di India pada tahun 2025 dan juga membangun profil globalnya.

“Kami sangat senang bisa mensponsori FIFA World Cup Qatar 2022, acara olahraga tunggal terbesar di dunia,” kata pendiri dan CEO Byju, Raveendran, pada bulan Maret lalu ketika perusahaan mengumumkan kesepakatan tersebut. “Ini merupakan kebanggaan bagi kami untuk mewakili India di panggung global yang bergengsi dan memperjuangkan integrasi pendidikan dan olahraga.”

Menurut Arunava Chaudhuri, konsultan olahraga India yang telah bekerja dengan klub-klub besar Eropa, seperti Bayern Munchen dan Manchester City, ada kecenderungan umum sponsor Asia dalam sepak bola untuk sementara waktu, tetapi hanya sedikit dari India, yang berarti kemajuan Byju adalah hal yang besar. Dijelaskannya, perusahaan melihat olahraga sebagai cara untuk terhubung dengan calon konsumen, sekaligus membuat masyarakat umum tahu tentang merk dan produk mereka.

Sponsor asal China juga sangat ingin memanfaatkan kesempatan untuk menjangkau khalayak internasional dan domestik yang besar pada saat yang bersamaan. Negeri Tirai Bambu menyumbang 18% penonton global untuk Piala Dunia 2018 di Rusia, dan saat ini merupakan lebih dari seperempat mitra FIFA dan sponsor global Piala Dunia 2022.

“Perusahaan China melihat sponsor sebagai pemasaran langsung atau pembelian komersial,” papar Andrew Woodward, mantan eksekutif sponsor global Visa. “Ini adalah kesempatan untuk memperkenalkan nama mereka secara global, atau menunjukkan kepada konsumen di China bahwa mereka duduk berdampingan dengan merk global.”

Korea Selatan, sebagai perbandingan, telah lolos ke putaran final Piala Dunia sejak 1986. Produsen mobil Hyundai-Kia adalah satu-satunya mitra FIFA dari Asia yang juga menjadi sponsor pada tahun 2002, yang kembali hadir pada tahun ini. Dalam gelaran kali ini, mata semua warga Negeri Ginseng akan tertuju pada superstar Son Heung- min, yang memiliki kesepakatan sponsor dengan beberapa perusahaan, seperti merk instan Korea Selatan, Nongshim, hingga brand fesyen global, Burberry dan Calvin Klein.

Sementara itu, satu-satunya sponsor dari Asia Tenggara adalah Crypto.com asal Singapura, yang terlibat sebagai platform perdagangan cryptocurrency resmi FIFA. Namun, para ahli mengatakan negara dan perusahaan yang lebih besar akan segera menyusul. Di sisi lain, Qatar selaku tuan rumah mengirimkan enam perusahaan sebagai mitra kerja FIFA.

Kehadiran lebih banyak sponsor dari Asia merupakan perubahan nyata dibandingkan 20 tahun lalu, ketika Jepang dan Korea Selatan menjadi tuan rumah bersama Piala Dunia pertama yang diadakan di Asia. Saat itu, hanya enam dari 15 sponsor acara yang berasal dari negara tuan rumah, dengan sisanya berasal dari Eropa dan AS.

Sementara tim-tim Asia masih menjadi bagian yang relatif kecil dari tim-tim yang ambil bagian, sponsor-sponsor dari wilayah tersebut berharap dapat menjangkau lebih banyak penonton, baik di dalam maupun luar negeri. FIFA melaporkan bahwa Piala Dunia empat tahun lalu di Rusia mencapai 1,6 miliar penonton di Asia, atau 43% dari total global. Saat itu, tiga dari lima negara teratas dalam hal jumlah penonton berada di Asia, yakni Indonesia, India, dan China.

“Korporasi dari kawasan (Asia) tidak terbiasa dengan praktik sponsorship, atau mereka tidak melihat diri mereka sebagai bisnis global. Namun seiring berjalannya waktu, sepertinya kedua hal ini akan berubah,” sambung Chadwick dari Skema. “Indonesia yang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA U-20 pada tahun 2023 bisa menjadi katalis untuk itu.”

Piala Dunia edisi kali ini memang dirundung berbagai skandal dan protes publik atas catatan Qatar tentang hak asasi manusia dan perlakuan terhadap pekerja migran. Pada bulan Mei, Business and Human Rights Resource Centre mengirimkan pertanyaan kepada 19 perusahaan yang terlibat dalam Piala Dunia mengenai posisi mereka dalam hak asasi manusia dan mengatakan hanya mendapat jawaban dari empat perusahaan, yakni Adidas, Qatar Airways , Budweiser, dan Coca-Cola.

Meski demikian, fakta bahwa merk-merk besar asal masih mendukung Piala Dunia memberi perusahaan-perusahaan Asia semacam perlindungan. Menurut Woodward, pasar Barat akan menetapkan standar bagi perusahaan Timur untuk mengglobal. “Mereka menyadari bahwa jika ingin memasarkan diri secara global, mereka harus memenuhi harapan konsumen di pasar Barat,” tuturnya.

“Dalam pemasaran, jika Eropa telah lama menjadi sapi perah untuk pundi-pundi FIFA, maka Asia sekarang menjadi bintang yang sedang naik daun,” timpal Chadwick. “Pada tahap tertentu selama dua dekade mendatang, tidak sulit untuk membayangkan Asia menjadi, secara finansial, kawasan kontinental terpenting FIFA.”

Pos terkait