JAKARTA – Rupiah tetap terbenam di teritori merah pada perdagangan Rabu (17/5) sore setelah data penjualan ritel AS bulan April 2023 dilaporkan mengalami kenaikan, bersamaan dengan pernyataan hawkish The Fed. Menurut catatan Bloomberg Index pukul 14.55 WIB, mata uang Garuda berakhir melemah 48,5 poin atau 0,33% ke level Rp14.868,5 pet dolar AS.
Mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia juga terpantau tidak sanggup mengalahkan greenback. Baht Thailand menjadi yang paling terpuruk setelah melorot 0,20%, diikuti yuan China yang terkoreksi 0,18%, peso Filipina yang turun 0,16%, won Korea Selatan yang melemah 0,11%, yen Jepang yang terdepresiasi 0,03%, dan dolar Singapura yang berkurang 0,02%.
“Rupiah bakal lanjut melemah pada perdagangan hari ini arena perbaikan sejumlah data ekonomi AS yang mendorong penguatan dolar AS dan imbal hasil obligasinya,” tutur analis DCFX, Lukman Leong, seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Rebound pada penjualan ritel AS serta produksi industri dan manufaktur juga mendorong naiknya imbal hasil obligasi AS.”
Data terbaru menunjukkan belanja konsumen AS tampaknya telah meningkat dengan kuat pada bulan April 2023. Penjualan ritel, yang disesuaikan dengan musim tetapi tidak untuk inflasi, naik 0,4% dari bulan sebelumnya, demikian lapor Departemen Perdagangan AS . Kenaikan didorong oleh belanja di dealer mobil, restoran, online, dan di toko seperti toko bunga dan toko perlengkapan hewan peliharaan.
Di saat yang bersamaan, sejumlah pejabat federal reserve mengeluarkan pernyataan hawkish, bertentangan dengan ekspektasi bahwa penurunan suku bunga akan segera dilakukan. Presiden The Fed Chicago, Austan Goolsbee, mengatakan terlalu dini untuk membicarakan penurunan suku bunga, sedangkan Presiden The Fed Cleveland, Loretta Mester, berujar bahwa suku bunga belum pada titik saat bank sentral dapat bertahan stabil, mengingat inflasi yang membandel.
“Pelaku pasar terus menurunkan harga untuk penurunan suku bunga jangka pendek oleh FOMC,” papar ahli strategi Commonwealth Bank of Australia, Joe Capurso, seperti dilansir dari Reuters. “Kami mengharapkan beberapa kenaikan moderat lebih lanjut dalam dolar AS karena pasar terus mengambil harga untuk penurunan suku bunga. Kenaikan suku bunga mungkin terjadi tahun ini, meskipun rintangannya tinggi.”