Karnataka – Pemerintah Karnataka yang didukung Partai Bharatiya Janata Modi, secara resmi melarang para gadis yang berhijab untuk belajar di sekolah. Hal ini karena jilbab yang mereka kenakan bukan bagian dari seragam sekolah. Kaum Muslim di India menggelar aksi unjuk rasa, tetapi partai sayap kanan mendukung larangan tersebut.
Tindakan pemerintah Karnataka yang disebut sebagai bentuk pelecehan terhadap wanita dan gadis Muslimah berhijab telah membuat daerah tersebut menjadi sangat terkenal secara global. Dilansir dari TRT World, daerah yang disebut sebagai Lembah Silikon India itu menjadi topik hangat di berbagai media online.
Puncaknya dimulai pada Desember 2021, ketika enam gadis berhijab dilarang memasuki gedung sekolah yang dikelola pemerintah Karnataka. Para gadis Muslim itu memprotes tindakan pemerintah dengan berdiri di luar gerbang sekolah selama beberapa minggu.
Di sisi lain, kelompok sayap kanan berunjuk rasa mendukung pemerintah. Para demonstran memfasilitasi para siswa dan siswi di seluruh Karnataka untuk berbaris di sekolah masing-masing sambil memakai topi safron dan syal sebagai simbol agama Hindu di India.
Sebelum kejadian heboh di tiap sekolah, sudah banyak media lokal yang melaporkan banyak instansi pendidikan di Karnataka melarang siswi mereka masuk jika mengenakan jilbab. Disinyalir, larangan ini dilakukan atas perintah Kementerian Pendidikan india yang kemudian menuai protes dari murid dan orang tua.
Sebagai bukti protes, CNN Indonesia melaporkan ada sebuah video seorang gadis Muslim berhijab dikelilingi pemuda Hindu. Para pemuda ini meneriakkan slogan agama mereka saat perempuan itu berusaha masuk sekolah di Karnataka, seolah mereka tidak mengizinkan atribut agama lain berada di wilayah mereka.
Larangan pemerintah Karnataka juga mendapatkan respons dari aktivis pendidikan perempuan, Malala Yousafzai. Dalam sebuah tweet, Yousafzai memohon agar pemerintah India menghentikan marginalisasi perempuan Muslim.
“Menolak mengizinkan perempuan pergi ke sekolah dengan jilbab mereka adalah hal yang menakutkan,” sindir Yousafzai kepada larangan pemerintah Karnataka. “Ini menunjukkan objektifikasi terhadap perempuan yang masih eksis.”
Kemarahan kaum minoritas, yakni kaum Muslim meningkat dan para siswa nyaris berhadapan dengan malapetaka sebelum semua sekolah di Karnataka harus ditutup karena tidak kondusif untuk melangsungkan kegiatan belajar mengajar. Namun, larangan tersebut masih mendapatkan banyak dukungan, terutama dari pejabat negara.
Basavaraj Bommai, Kepala Menteri Karnataka dari Partai Bharatiya Janata membuat pernyataan bahwa larangan berhijab bagi siswi di sekolah adalah hal yang benar secara politis. Bommai bersikeras bahwa tidak ada yang diizinkan untuk mengganggu hukum dan ketertiban, termasuk menentang larangan tersebut. Meskipun ada juga anggota menteri yang masih mendukung eksistensi jilbab di lingkungan sekolah, tetapi tidak sebanyak yang mengatakan bahwa mengenakan hijab sama seperti melawan peraturan sekolah.
Keadaan yang cukup memanas di India sangat bertolak belakang dengan di Indonesia. Di Tanah Air, bahkan sudah banyak sekolah yang mewajibkan para siswi untuk mengenakan hijab, terutama di Kota Serambi Mekah, yakni Aceh. Bagi gadis Aceh yang pergi ke sekolah tanpa hijab, justru diklaim melanggar peraturan sekolah.