JAKARTA – Rupiah ternyata mampu bertengger di zona hijau pada perdagangan Selasa (23/5) sore meskipun sejumlah pejabat Federal Reserve mengisyaratkan bahwa mereka masih perlu menaikkan suku bunga lagi untuk memerangi inflasi. Menurut laporan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda ditutup menguat 15 poin atau 0,10% ke level Rp14.875 per dolar AS
Sementara itu, mata uang di kawasan Benua Asia terpantau bergerak variatif terhadap greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling perkasa setelah terbang 0,68%, disusul yen Jepang yang bertambah 0,07%, dolar Singapura yang menguat 0,06%, dan baht Thailand yang naik tipis 0,02%. Sebaliknya, yuan China dan peso Filipina sama-sama harus melemah 0,29%.
“Untuk saat ini, tidak terdapat sentimen baru, masih seputar masa depan kebijakan moneter AS, serta penantian kesepakatan batas utang AS,” tutur analis PT Sinarmas Futures, Ariston Tjendra, pagi tadi seperti dikutip dari Viva. “Penantian batas utang yang mendekati deadline 1 Juni kelihatannya menjadi kekhawatiran pelaku pasar yang mendorong mereka masuk ke aset aman sehingga dolar AS menguat.”
Dari pasar global, dolar AS memang bergerak lebih tinggi terhadap sekeranjang mata uang dan menyentuh level tertinggi enam bulan terhadap yen pada hari Selasa, karena ekspektasi tumbuh bahwa suku bunga The Fed akan tetap lebih tinggi untu waktu yang lebih lama dan kebuntuan plafon utang membuat sentimen risiko rapuh. Mata uang Paman Sam menguat 0,076 poin atau 0,07% ke level 103,274 pada pukul 11.06 WIB.
Di antara banyak petinggi Federal Reserve yang berbicara pada hari Senin (22/5), beberapa mengisyaratkan bahwa bank sentral masih memiliki banyak hal untuk dilakukan dalam pengetatan kebijakan moneter. Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari, mengatakan bahwa suku bunga mungkin harus bergerak naik 6% agar inflasi kembali ke target 2%, sedangkan Presiden The Fed St. Louis, James Bullard, berujar bahwa bank sentral mungkin masih perlu menaikkan suku bunga setengah poin lagi.
“Pasar menilai suku bunga yang lebih tinggi lebih lama oleh The Fed karena inflasi AS masih jauh di atas target, dan dalam jangka pendek, perekonomian berjalan tangguh,” kata analis pasar di CMC Markets, Tina Teng, dilansir dari Reuters. “Saya tidak berpikir The Fed akan mulai memangkas suku bunga acuan mereka dalam waktu dekat.”