Indeks PCE AS November Tumbuh Tipis, Rupiah Berakhir Melemah

Rupiah - (Sumber : sindonews.com)
Rupiah - (Sumber : sindonews.com)

JAKARTA – Rupiah harus menerima nasib tertahan di area merah pada Senin (26/12) sore setelah indeks PCE (Personal Consumption Expenditure) AS bulan November 2022 dilaporkan tumbuh tipis. Menurut catatan Bloomberg Index pukul 14.56 WIB, mata uang Garuda berakhir melemah 40 poin atau 0,26% Rp14.632,5 per AS 

Bacaan Lainnya

Sementara itu, mata uang di Benua Asia terpantau bergerak variatif terhadap . Yen Jepang menjadi yang paling perkasa setelan melonjak 0,31%, diikuti baht Thailand yang terapresiasi 0,26%, dan yuan yang menguat 0,02%. Sebaliknya, peso Filipina harus turun 0,18%, disusul rupee India yang melemah 0,12%, dolar Singapura yang terkoreksi 0,08%, dan ringgit Malaysia yang minus 0,02%.

“Rupiah akan melemah akibat naiknya imbal hasil obligasi AS setelah data PCE (Personal Consumption Expenditure) AS lebih tinggi dari perkiraan,” tutur analis senior DCFX, Lukman Leong, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Namun, pelemahan mata uang Garuda akan terbatas di tengah liburan dan Tahun Baru serta volume perdagangan yang tipis.”

Pada (23/12) lalu, PCE AS bulan November 2022 tumbuh sebesar 5,5% secara tahunan, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencatatkan 6,1% secara tahunan. Tidak termasuk komponen makanan dan energi yang mudah menguap, indeks harga PCE naik 0,2% pada bulan lalu setelah naik 0,3% di bulan Oktober 2022.

“Tidak ada kejutan positif yang nyata terhadap data inflasi dan angka tersebut secara kasar sesuai dengan ekspektasi,” papar Direktur Manajemen FX dan Logam Mulia di Silver Gold Bull di Toronto, Eric Bregar, dilansir dari Taipei Times. “Data tersebut akan memberi narasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga ketat lebih lama.”

Apa yang disebut indeks harga PCE inti naik 4,7% pada basis tahun-ke-tahun di bulan November 2022 setelah naik 5,0% di bulan sebelumnya. The Fed melacak indeks harga PCE untuk kebijakan moneternya. Indeks Wall Street berakhir lebih tinggi pada hari itu, sementara mata uang seperti dolar Australia, Selandia Baru, dan Kanada, yang sangat sensitif terhadap sentimen risiko, juga menguat terhadap greenback.

“Saham merasa sedikit lebih nyaman, dan sepertinya tidak ada kepanikan,” kata Direktur Eksekutif di FX Klarity FX di San Francisco, Amo Sahota, dikutip dari Reuters. “Data inflasi bergerak ke arah yang benar, meskipun tidak cukup cepat dan pertumbuhan ekonomi AS belum terhambat secara signifikan. Pertumbuhannya masih bertahap dan ekonomi belum tercekik.”

Pos terkait