JAKARTA – Rupiah harus menerima nasib tetap berkubang di zona merah pada perdagangan Jumat (21/7) sore setelah pasar tenaga kerja AS dilaporkan tetap tangguh menjelang pertemuan bank sentral global pada minggu depan. Menurut catatan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda berakhir melemah 41 poin atau 0,27% ke level Rp15.027 per dolar AS.
Sementara itu, mata uang di kawasan Benua asia terpantau bergerak variatif terhadap greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling terpuruk setelah anjlok 0,66%, diikuti yen Jepang yang melemah 0,11%, serta peso Filipina dan baht Thailand yang sama-sama terdepresiasi 0,03%. Sebaliknya, yuan China mampu menguat tajam 0,60%, sedangkan dolar Hong Kong stagnan.
“Rupiah tertekan oleh rebound alias kebangkitan dolar AS setelah rilis data tenaga kerja yang lebih baik. Klaim pengangguran AS yang lebih baik dari ekspektasi meningkatkan prospek tingkat suku bunga Federal Reserve,” tutur analis pasar uang, Lukman Leong, pagi tadi seperti dikutip dari CNN indonesia. “Rupiah diproyeksikan bergerak di kisaran Rp14.950 sampai Rp15.050 per dolar AS.”
Data yang diumumkan Kamis (20/7) waktu setempat menunjukkan jumlah orang AS yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran secara tak terduga turun pada pekan lalu, menyentuh level terendah dalam dua bulan, di tengah pengetatan pasar tenaga kerja yang sedang berlangsung. Pasar tenaga kerja AS yang solid berpotensi membuat Federal Reserve mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama.
“Angka klaim pengangguran kini telah kembali ke kisaran sehat setelah sedikit meningkat pada awal Juni lalu,” ujar kepala pasar modal global di Validus Risk Management, Ryan Brandham, dilansir dari Reuters. “Pasar tenaga kerja AS terus menunjukkan ketahanan terhadap kenaikan suku bunga The Fed sebelumnya. Hasil ini tidak akan menghalangi FOMC untuk melanjutkan kenaikan suku bunga pada minggu depan.”
Di sisi lain, indeks harga konsumen inti Jepang Juni 2023 diumumkan naik 3,3% dari tahun sebelumnya, sesuai dengan perkiraan pasar, tetapi tetap di atas target 2% Bank of Japan. Data mendukung kemungkinan bank sentral negara tersebut untuk merevisi perkiraan inflasi tahun ini dalam proyeksi baru yang akan dirilis minggu depan.
“Ekspektasi pasar untuk pengetatan kebijakan Bank of Japan telah surut dan mengalir selama setahun terakhir,” papar ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of australia (CBA), Carol Kong. “Jendela bagi bank sentral untuk memperketat kebijakan semakin menyempit, dan perkiraan CBA adalah Bank of Japan akan mempertahankan kebijakan moneter pada tahun ini.”