JAKARTA – Rupiah tetap berada di teritori merah pada perdagangan Jumat (19/5) sore setelah optimisme tentang kesepakatan menaikkan plafon utang pemerintah AS mendukung kebijakan kenaikan suku bunga The Fed. Menurut laporan Bloomberg Index pukul 14.54 WIB, mata uang Garuda berakhir melemah 61,5 poin atau 0,41% le level Rp14.930 per dolar AS.
Mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia juga terpantau tidak mampu menundukkan greenback. Peso Filipina menjadi yang paling terpuruk setelah melorot 0,16%, diikuti baht Thailand yang terkoreksi 0,15%, yen Jepang yang melemah 0,13%, won Korea Selatan yang turun 0,11%, yuan China yang berkurang 0,10%, dan dolar Singapura yang minus 0,03%.
“Rupiah bakal lanjut melemah arena perbaikan sejumlah data ekonomi AS dan pernyataan beberapa pejabat The Fed akan kebijakan suku bunga ke depan,” tutur analis DCFX, Lukman Leong, pagi tadi, seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Mata uang Garuda kemungkinan bergerak di rentang Rp14.800 sampai Rp14.950 per dolar AS.”
Dari pasar global, dolar AS sebenarnya bergerak lebih rendah pada hari Jumat, tetapi tetap mendekati puncak enam bulan terhadap yen, karena optimisme atas pembicaraan plafon utang di Washington meningkatkan ekspektasi suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama. Mata uang Paman Sam melemah 0,063 poin atau 0,06% ke level 103,521 pada pukul 10.34 WIB.
Presiden AS, Joe Biden, dan anggota Kongres dari Partai Republik, Kevin McCarthy, awal pekan ini menggarisbawahi tekad mereka untuk segera mencapai kesepakatan guna menaikkan plafon utang pemerintah sebesar 31,4 triliun dolar AS, dengan harapan menyelesaikan kesepakatan setelah pertemuan G7 di Jepang. Kabar itu membantu meredakan kekhawatiran akan gagal bayar utang AS yang belum pernah terjadi sebelumnya, membuat pasar untuk merevisi ekspektasi mereka tentang ke mana arah suku bunga The Fed.
Pada saat yang sama, data terbaru menunjukkan pasar tenaga kerja yang masih ketat, dengan jumlah orang AS yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun lebih dari yang diharapkan pada minggu lalu. Hal tersebut memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve dapat memberikan kenaikan suku bunga lagi bulan depan untuk menjinakkan inflasi.
“Optimisme tentang (pembicaraan) plafon utang telah berkontribusi pada repricing untuk The Fed, sebuah fakta bahwa (kesepakatan) akan menghilangkan beban besar pada ekonomi,” terang kepala strategi FX di National Australia Bank (NAB), Ray Attrill, dilansir dari Reuters. “Itu menghilangkan satu hambatan bagi The Fed untuk terus menaikkan suku bunga.”