JAKARTA – Rupiah mampu menjaga posisi di area hijau pada transaksi Senin (18/4) sore setelah neraca perdagangan Indonesia untuk bulan Maret 2022 mengalami surplus yang lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya. Menurut paparan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda ditutup menguat 24,5 poin atau 17% ke level Rp14.356 per dolar AS.
Siang tadi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa neraca perdagangan Indonesia untuk bulan Maret 2022 kembali mengalami surplus, kali ini sebesar 4,53 miliar dolar AS. Sepanjang bulan kemarin, nilai ekspor mencapai 26,50 miliar dolar AS atau naik 29,42% dibandingkan bulan sebelumnya, sedangkan angka impor sebesar 21,97 miliar dolar AS atau tumbuh 32,02% dibandingkan Februari 2022.
“Surplus neraca perdagangan pada Maret 2022 didorong pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi, terutama komoditas batubara, nikel, dan kelapa sawit,” ungkap Kepala BPS, Margo Yuwono, dalam siaran langsung di channel YouTube BPS. “Dari catatan BPS, ekspor batubara naik 49,91%, ekspor nikel naik 41,26%, dan ekspor kelapa sawit tumbuh 16,72% secara month-to-month.”
Sementara itu, mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia harus mengakui keunggulan greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling terpuruk setelah melorot 0,19%, diikuti baht thailand yang terdepresiasi 0,15%, dolar Singapura yang melemah 0,11%, ringgit malaysia yang turun 0,08%, rupee india yang terkoreksi 0,06%, dan yuan China yang berkurang 0,02%.
Di sisi lain, yen Jepang mampu mengalahkan dolar AS, meski berlangsung singkat, setelah komentar dari para pembuat kebijakan Negeri Matahari Terbit mengenai penurunan mata uang tersebut yang mungkin dapat merusak rencana bisnis perusahaan membuat investor melakukan aksi beli. Mata uang Negeri Sakura sempat diperdagangkan di level 126,25 meskipun harus kembali turun 0,20 poin atau 0,16% menuju posisi 126,6 pada pukul 11.13 WIB.
Gubernur Bank of Japan, Haruhiko Kuroda, mengatakan bahwa pergerakan yen baru-baru ini ‘cukup tajam’ dan dapat merusak rencana bisnis perusahaan, menawarkan peringatan terkuatnya hingga saat ini tentang kerugian depresiasi mata uang. Ia pun mengulangi pandangannya tentang mempertahankan stimulus besar-besaran untuk mendukung pemulihan ekonomi.
“Penurunan yen baru-baru ini, yang kehilangan sekitar 10 yen terhadap dolar AS dalam waktu sekitar satu bulan, cukup tajam dan dapat menyulitkan perusahaan untuk menetapkan rencana bisnis,” kata Kuroda kepada parlemen, dilansir dari Nikkei Asia. “Dalam hal itu, kita perlu memperhitungkan efek negatif pelemahan yen.”