Neraca Perdagangan Kembali Surplus, Rupiah Justru Berakhir Melemah

Mata Uang Rupiah - unsplash.com
Mata Uang Rupiah - unsplash.com

JAKARTA – Rupiah harus menerima nasib terdampar di zona merah pada transaksi Senin (17/7) sore meskipun neraca perdagangan bulan Juni 2023 dilaporkan kembali mengalami surplus sekaligus surplus ke-38 berturut-turut. Menurut catatan Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda ditutup melemah 54,5 poin atau 0,36% le level Rp15.013 per dolar AS.

Bacaan Lainnya

“Rupiah bakal melemah karena pembalikan dolar AS yang menguat setelah data konsumen yang dirilis pada akhir pekan kemarin naik,” tutur analis pasar uang, Lukman Leong, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Dari domestik, data perdagangan diperkirakan akan menunjukkan surplus, tetapi penurunan pada ekspor dan impor ikut memengaruhi rupiah.”

Siang tadi, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa neraca perdagangan bulan Juni 2023 tercatat mengalami surplus sebesar 3,45 miliar dolar AS, sekaligus surplus ke-38 beruntun sejak Mei 2020. Surplus neraca perdagangan ini naik 708,66% secara bulanan atau month on month dari Mei 2023 yang tercatat sebesar 440 juta dolar AS.

“Surplus neraca perdagangan pada Juni ini lebih banyak ditopang oleh surplus komoditas non migas yang sebesar 4,42 miliar dolar AS,” papar Sekretaris Utama BPS, Atqo Mardiyanto, dalam siaran pers resminya. “Penyumbangnya adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja.”

Mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia juga terpantau tidak berdaya melawan greenback. China menjadi yang paling terpuruk setelah melorot 0,24%, diikuti peso yang turun 0,12%, won Korea Selatan yang melemah 0,07%, yang terkoreksi 0,05%, dan baht Thailand yang 0,03%. Sebaliknya, Jepang mampu menguat 0,19%, sedangkan dolar Hong Kong naik 0,06%.

Sementara itu, dolar AS bergerak sedikit menguat pada hari Senin setelah mengalami penurunan mingguan terburuk tahun ini, ketika pedagang menunggu data ekonomi dan keputusan sebelum menjualnya lebih jauh. Mata uang Paman Sam terpantau naik tipis 0,044 poin atau 0,04% ke level 99,958 pada pukul 10.30 WIB.

Penurunan dolar AS minggu lalu dimulai dengan pembelian yen, karena investor melepas posisi yang didanai mata uang Jepang di pasar negara berkembang, lantas meluas tajam setelah data AS yang lebih lemah dari perkiraan memberikan ekspektasi bahwa suku bunga The Fed akan segera mencapai puncaknya. Kenaikan suku bunga Federal Reserve memang masih diharapkan, tetapi pasar memprediksi The Fed kemungkinan akan berhenti, sebelum pemotongan tahun depan.

“Pasar mata uang berada di depan kemungkinan normalisasi kebijakan Federal Reserve pada 2024,” kata kepala penelitian di broker Pepperstone di Melbourne, Chris Weston, dilansir dari Reuters. “Pertanyaannya kemudian adalah apakah aksi jual dolar AS sudah terlalu jauh dan kita berisiko mengalami pembalikan rata-rata awal pekan ini.”

Pos terkait