JAKARTA – rupiah harus rela terbenam di zona merah pada perdagangan Senin (25/10) pagi seiring minimnya sentimen pendukung dan data ekonomi yang dirilis. Menurut paparan Bloomberg Index pada pukul 09.05 WIB, mata uang Garuda melemah 49 poin atau 0,35% ke level Rp14.171,5 per dolar AS. Sebelumnya, spot berakhir di posisi Rp14.122,5 per dolar AS pada transaksi jumat (22/10) lalu.
Selama sepekan kemarin, rupiah memang cenderung diselimuti sentimen negatif sehingga tidak mengherankan jika harus melemah. Analis Monex Investindo Futures, Faisyal, menyebut sentimen eksternal adalah biang keladi yang mendorong terkoreksinya rupiah. “Pasar sempat khawatir ketika tersiar kabar bahwa raksasa properti China, Evergrande, dikabarkan akan default. Walaupun pada hari ini nyatanya sentimen tersebut memudar seiring Evergrande yang membayar obligasinya,” katanya, dilansir dari Kontan.
Faktor lain yang memicu pelemahan rupiah adalah penguatan dolar AS yang didorong oleh semakin dekatnya pelaksanaan tapering. Ditambah lagi, data ekonomi AS yang cukup solid serta pernyataan hawkish dari beberapa pejabat Federal Reserve turut mendongkrak penguatan greenback. Untuk pekan ini, sentimen utama yang akan dinantikan pasar adalah rilis data ekonomi AS. Data ini dinilai akan menjadi bukti seperti apa pertumbuhan ekonomi AS serta sebagai patokan ekspektasi ke depannya.
“Pasar cenderung akan bersikap wait and see pada perdagangan hari ini, dan dengan minimnya sentimen maupun rilis data ekonomi, rupiah tidak akan banyak bergerak,” timpal Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, Nanang Wahyudin. “Pasar akan menunggu dan mengantisipasi hasil rapat dari berbagai bank sentral pada pekan ini, khususnya sikap The Fed mengenai kejelasan tapering pada November mendatang.”
Nanang menambahkan, sejauh ini pasar sudah memperkirakan keputusan The Fed terkait tapering seiring rilis data ekonomi AS yang baik dan angka inflasi yang terus meningkat. Namun, selama belum ada kepastian, ia memperkirakan rupiah akan bergerak mendatar. “Rupiah akan diperdagangkan pada kisaran Rp14.080 hingga Rp14.185 per dolar AS,” sambung Nanang.
Hampir senada, CNBC Indonesia meramalkan bahwa rupiah masih akan bergerak lesu pada perdagangan awal pekan ini. Pasalnya, tanda-tanda depresiasi mata uang Garuda sudah tampak pada pasar Non-Deliverable Forward (NDF). Seperti diketahui, pasar NDF seringkali memengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot, sehingga kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.