Kembangkan Proyek Migas di Natuna, Indonesia Tingkatkan Pengamanan Laut China Selatan

Proyek Migas di Natuna - (petrominer.com)
Proyek Migas di Natuna - (petrominer.com)

JAKARTA – Indonesia akan meningkatkan pengamanan di sekitar Kepulauan Natuna di Laut Cina Selatan seiring upaya untuk memulai pengembangan minyak dan gas untuk ekspor di masa depan. Meski berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, tetapi karena diklaim Beijing di bawah ‘nine-dash line’, pengembangan  minyak dan gas di dekat kepulauan tersebut dapat memicu dengan Negeri Panda.

Seperti dilansir dari Nikkei Asia, SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi), sebuah badan yang mengelola kegiatan usaha hulu minyak dan gas, menyetujui rencana oleh pengembang ladang minyak Inggris, Harbour Energy, untuk mengeksploitasi sumber daya minyak dan gas di daerah yang dikenal sebagai Blok Tuna dekat Kepulauan Natuna. Proyek ini mungkin menghabiskan investasi 3 miliar dolar AS.

Bacaan Lainnya

Indonesia berencana untuk memulai ekspor migas ke Vietnam paling cepat tahun 2026. Presiden Indonesia, Joko ‘Jokowi’ Widodo, pada Desember kemarin telah bertemu dengan Presiden Vietnam kala itu, Nguyen Xuan Phuc. Mereka mengonfirmasi kesepakatan yang menetapkan batas ZEE untuk kedua negara di Laut China Selatan, yang mengakhiri negosiasi selama 12 tahun.

Blok Tuna berada di perairan antara Indonesia dan Vietnam. Kesepakatan batas ZEE menjadi langkah awal ekspor migas Indonesia ke Vietnam, sekaligus membawa implikasi politik. Jakarta sebelumnya semakin gelisah dengan kehadiran kapal penangkap ikan milik China dan Vietnam di ZEE-nya di sekitar Kepulauan Natuna. Kesepakatan itu memungkinkan Indonesia ‘hanya’ fokus pada China dalam menangani masalah ini.

Indonesia memang menyatakan tidak memiliki sengketa teritorial dengan Beijing di Laut China Selatan, tidak seperti negara-negara yang berselisih dengan Negeri Tirai Bambu seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Meski demikian, Indonesia semakin bergandengan tangan dengan negara-negara tersebut dalam upaya mengamankan kepentingan di sekitar Kepulauan Natuna.

Selama wawancara pada bulan November lalu dengan Nikkei, Jenderal Andika Perkasa, Panglima TNI saat itu, membocorkan rencana melakukan latihan militer bersama dengan Malaysia dan Brunei di sekitar Natuna paling cepat pada paruh pertama tahun 2023. Laksamana Yudo Margono, yang menggantikan Andika pada Desember, telah mengungkapkan rencana untuk melakukan latihan khusus untuk melindungi wilayah.

Presiden Jokowi sebelumnya juga sudah menandatangani perjanjian dengan Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., tentang bilateral untuk meningkatkan keamanan maritim. Jakarta memang sedang terburu-buru untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi kontijensi di Laut China Selatan, belajar dari invasi ke Ukraina, dan mempertimbangkan bahwa Indonesia dapat dengan mudah bekerja sama dengan negara-negara Tenggara lainnya.

Langkah tersebut memang menyebabkan reaksi dari China. Seorang pejabat senior di Kementerian Luar Negeri baru-baru ini mengatakan bahwa beberapa kapal terbesar penjaga China telah berlayar di dekat Kepulauan Natuna sejak 30 Desember lalu. China sebelumnya sempat menuntut agar Indonesia menghentikan penelitian untuk eksploitasi sumber daya di sekitar pulau. Namun, permintaan itu diabaikan karena Indonesia tidak mengakui ‘nine-dash line’ China.

Pos terkait