jakarta – Saat ini, minat dan investasi yang masuk ke dalam pengembangan jangka panjang metaverse memang semakin tinggi. Sayangnya, kegunaan metaverse masih belum jelas. Jika inovasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kehidupan, metaverse idealnya harus bisa menunjukkan bahwa itu dapat membantu memecahkan masalah di dunia nyata.
Seperti dilansir dari South China Morning Post, jika Anda membeli konsep metaverse, ada persediaan ‘tanah’ yang tidak ada habisnya di dunia maya yang dijual seperti kue panas. Misalnya, sebuah parsel di Decentraland berukuran 16m x 16m, jika Anda percaya bahwa satuan pengukuran juga berlaku untuk dunia maya, dapat terjual dengan harga hingga 5.800 dolar AS.
“Di dunia fisik, harga real estat semakin mahal karena kelangkaannya,” tutur Dennis Lee, arsitek berlisensi AS dengan pengalaman desain di AS dan China selama 22 tahun. “Lalu, mengapa tanah virtual memiliki nilai seperti itu ketika ketersediaannya justru tidak terbatas dan hanya dibatasi oleh aturan yang dibuat sendiri oleh pembuatnya, sedangkan lokasi tidak masalah ketika avatar pengguna dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain?”
Ada banyak hal yang belum dipahami karena metaverse hingga sekarang sedang didefinisikan dan dibentuk. Singkatnya, ia menawarkan internet 3D yang imersif, memungkinkan pengguna dapat berinteraksi dengan orang lain, melakukan bisnis, dan melakukan transaksi dalam mata uang digital alias cryptocurrency.
Matthew Ball, CEO of Epyllion, dalam artikel di Time menggambarkan metaverse sebagai dunia maya yang hidup, bukan jendela ke dalam kehidupan kita (seperti Instagram) atau tempat di mana kita berkomunikasi (seperti Gmail), tetapi tempat kita juga ada dalam 3D (karenanya fokus pada headset dan avatar VR yang imersif).
Metaverse mungkin sebagian besar adalah hype, tetapi orang tidak dapat menyangkal minat dan investasi untuk pengembangan jangka panjangnya. Ukuran pasarnya diproyeksikan tumbuh dari 62 miliar dolar as pada tahun ini menjadi 427 miliar dolar AS dalam lima tahun ke depan, menurut satu laporan baru-baru ini.
Game tetap menjadi daya tarik terbesar untuk metaverse, tetapi pembuat konten sedang mengembangkan alat pendidikan dan pelatihan untuk menangkap aplikasi yang lebih luas. Lingkungan simulasi yang imersif sangat pas ketika berhadapan dengan skenario yang mengancam jiwa, seperti dalam pelatihan militer, penerbangan, dan perawatan kesehatan. Di dunia konstruksi, arsitek mengeksplorasi integrasi tanpa batas dari model informasi bangunan kembar digital dan perangkat realitas campuran.
“Populisme dan gerakan sosial lainnya telah mempercepat adopsi massal identitas digital, platform terdesentralisasi, dan presentasi diri yang dibuat dengan hati-hati,” sambung Lee. “Meskipun demikian, kita perlu membedah klaim inovasi berdasarkan apakah itu dibangun untuk kebaikan bersama atau hanya untuk stimulasi eksperimental dan sensorik.”
Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, pendiri Animoca Brands, Yat Siu, mengatakan kehidupan digital sudah lebih penting daripada kehidupan fisik, dan ketika kita mencabutnya, kita menjadi manusia yang lebih rendah. Namun, seorang skeptis mungkin berpendapat bahwa penggunaan offline dan lokal dapat memberikan pengalaman dan pelatihan yang sama tanpa harus memanfaatkan platform metaverse yang lebih besar.
Sementara kehidupan modern sudah sangat terhubung dan akan menjadi lebih terhubung, kita seharusnya tidak mengharapkan krisis identitas ketika tidak berada di ranah digital. Psikoterapis Whitney Goodman memperingatkan dalam Toxic Positivity bahwa orang dapat mengembangkan masalah kesehatan mental ketika bagaimana mereka muncul di media sosial bertentangan dengan apa yang mereka rasakan di dalam.
“Mungkin suatu saat nanti kita bisa mengunggah kesadaran kita dan terus ‘hidup’ sebagai avatar di metaverse setelah tubuh kita hancur,” imbuh Lee. “Namun untuk saat ini, kita hidup di dunia fisik dan membutuhkan makanan sehat, air bersih, udara segar, dan tempat tinggal yang aman. Kebenaran yang tidak menyenangkan adalah bahwa dunia ini penuh dengan masalah politik, sosial, budaya, dan lingkungan.”
Menurut Lee, jika kita percaya inovasi harus meningkatkan kehidupan kita, kita harus berjuang untuk ide-ide guna menghadapi masalah kita bersama secara langsung, menyelesaikan masalah seperti kemiskinan ekstrem, ketidaksetaraan kekayaan dan diskriminasi, menemukan sumber energi baru, meminimalkan limbah, dan melindungi lingkungan.
Banyak krisis dunia nyata dan menunggu para pemikir besar untuk menyelesaikannya. Mantan Kepala Greenpeace, Paul Gilding pernah berkata bahwa bagaimana kita merespons sekarang akan menentukan masa depan peradaban manusia. “Inovasi asli harus menawarkan lebih dari sekadar platform pengalaman untuk melarikan diri. Metaverse memiliki banyak hal untuk dibuktikan sebelum dianggap salah satunya,” pungkas Lee.