JAKARTA – Setelah bergerak dalam rentang yang tipis, rupiah menutup perdagangan Selasa (31/10) sore di zona hijau meskipun Manufacturing Purchasing Managers’ Index (PMI) China secara tidak terduga mengalami kontraksi. Menurut paparan Bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda berakhir menguat 5,5 poin atau 0,03% ke level Rp15.884,5 per dolar AS.
Sementara itu, mata uang di kawasan Benua Asia terpantau bergerak variatif terhadap greenback. Won korea selatan menjadi yang paling perkasa setelah terapresiasi 0,27%, diikuti peso Filipina yang naik 0,15%, dan ringgit Malaysia yang menguat 0,10%. Sebaliknya, yen Jepang harus terkoreksi 0,24%, yuan China melemah 0,08%, dan baht thailand minus 0,07%.
“Rupiah diperkirakan bergerak menguat terhadap dolar AS yang terkoreksi data manufaktur The Fed Dallas yang lemah,” tutur analis pasar komoditas dan mata uang, Lukman Leong, pagi tadi seperti dikutip dari CNN Indonesia. “Namun, penguatan mungkin akan terbatas setelah data China yang baru saja dirilis menunjukkan aktivitas manufaktur yang lebih lemah dari perkiraan.”
Pada hari Senin (30/10) waktu setempat, federal Reserve Bank of Dallas melaporkan bahwa indeks manufaktur turun dari -18,1 di bulan September 2023 menjadi -19,2 pada bulan Oktober 2023. Indeks produksi turun dari 7,9 pada bulan September 2023 menjadi 5,2 pada bulan Oktober 2023, sedangkan indeks pemanfaatan kapasitas turun dari 7,8 menjadi 5,4 dan indeks pesanan baru turun dari -5,2 menjadi -8,8.
Di sisi lain, Manufacturing Purchasing Managers’ Index (PMI) China secara tidak terduga mengalami kontraksi di bulan Oktober 2023, berada di 49,5 jika dibandingkan dengan ekspansi 50,2 pada bulan sebelumnya, demikian data terbaru yang diterbitkan oleh Biro Statistik Nasional (NBS). Konsensus pasar adalah untuk angka 50,2. Indeks turun kembali di bawah angka 50, yang memisahkan ekspansi dari kontraksi.
Dari pasar global, dolar AS tampaknya akan mengakhiri bulan ini dengan sebagian besar tidak berubah terhadap sejumlah mata uang, setelah naik sekitar 2,5% pada bulan September. Namun, greenback didukung oleh risiko kenaikan suku bunga lagi dari Federal Reserve, kata para analis, mengingat perekonomian AS masih tangguh. Mata uang Paman Sam terpantau menguat 0,21 [poin atau 0,20% ke level 106,329 pada pukul 10.20 WIB.
“Bank-bank sentral di seluruh dunia cenderung merespons kondisi ekonomi lokal dibandingkan mengikuti isyarat dari The Fed, dan kami yakin Bank of England dan Bank Sentral Eropa akan memangkas suku bunga lebih awal dibandingkan FOMC,” ujar ekonom di Wells Fargo. “Kami terus yakin dolar AS dapat menguat secara luas hingga awal tahun 2024.”