Jakarta – Di tengah upaya gigih memperkokoh cadangan devisa, Bank Indonesia baru saja merilis angka yang menunjukkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari sektor sumber daya alam yang berhasil diraup mencapai angka impresif sebesar $1,9 miliar. Namun, Perry Warjiyo, sang gubernur bank sentral, mengakui bahwa kebijakan yang dimulai pada awal November ini masih menyisakan banyak ruang untuk pertumbuhan.
Gubernur Warjiyo tidak ragu untuk memberikan kredit pada kebijakan DHE SDA, yang menurutnya telah berkontribusi positif terhadap cadangan devisa—berkat peran perbankan dan investor yang meneruskan term deposit dalam valuta asing.
Di sisi lain, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, memperkuat argumen tersebut dengan menyebutkan bahwa kebijakan tersebut diperkirakan akan membawa dampak besar pada likuiditas valuta asing. Dia berbicara dengan data yang menjanjikan, proyeksi total nilai ekspor SDA yang bisa mencapai angka mencengangkan, $175 miliar untuk tahun ini, dimana sebagian besar adalah potensi dari penempatan DHE.
Mulyani merinci lebih lanjut, menyatakan bahwa potensi nilai ekspor yang harus diretensi bisa berada di kisaran $40-49 miliar, yang dapat menambahkan $10-12 miliar likuiditas valas per tahun. Sebuah loncatan yang tidak hanya memperkuat cadangan devisa, tetapi juga mendukung kestabilan ekonomi nasional.
Namun, Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Perekonomian, menemukan bahwa masih ada dana yang “diparkir” di luar negeri—sekitar $8 miliar. Hal ini terungkap setelah evaluasi tiga bulan kebijakan DHE SDA, menunjukkan besarnya potensi yang belum tergali.
Pemerintah, dengan respons cepat, sudah berencana untuk menghadirkan insentif fiskal tambahan bagi eksportir yang memenuhi kewajiban penempatan devisa hasil ekspor. Susiwijono, Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian, menjelaskan bahwa ini merupakan hasil evaluasi kebijakan, yang juga mencakup penerapan peraturan lebih ketat terhadap kepatuhan eksportir.
Pemerintah telah menyediakan insentif pajak yang bervariasi bergantung pada durasi penempatan DHE, yang sudah pasti jauh lebih menarik dibandingkan tarif normal. Sebagai contoh, eksportir yang menempatkan devisa dalam deposito berjangka dalam mata uang dolar AS akan mendapat tarif pajak yang lebih rendah—sebesar 10% untuk penempatan 1 bulan, turun hingga 0% untuk penempatan lebih dari 6 bulan.
Dan kabar baiknya tidak berhenti di situ, bagi eksportir yang melakukan konversi ke rupiah, insentif yang diberikan semakin menggiurkan. Dengan perencanaan strategis dan kebijakan moneter yang dinamis, Indonesia tidak hanya memperkuat posisi devisa tetapi juga memberikan ruang bagi para eksportir untuk berkembang dan berkontribusi pada perekonomian nasional.