Defisit APBN Bikin Kurs Rupiah Terperosok pada Jumat Sore

Rupiah - swarasemar.com
Rupiah - swarasemar.com

Jakarta – Kurs rupiah rupanya tidak mampu beranjak dari zona merah di sepanjang perdagangan hari ini. Menutup Jumat (24/9), rupiah berakhir melemah 15 poin atau 0,11 persen ke posisi Rp14.257,5 per dolar AS pada perdagangan sore hari, setelah tadi pagi dibuka melemah 2,5 poin atau 0,02 persen ke Rp14.245/USD. Di sisi lain, indeks dolar AS dilaporkan turun 0,36 persen menjadi 93,12.

Bacaan Lainnya

Pergerakan rupiah tersebut sejalan dengan sebagian besar mata uang di kawasan Asia. Sampai dengan pukul 15.00 WIB, hanya dolar Taiwan dan Thailand yang masih bertahan di zona hijau. Adapun dolar Taiwan menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia usai melonjak 0,13%. Disusul oleh baht yang naik 0,03%.

Sedangkan peso Filipina menjadi mata uang dengan pelemahan yang paling dalam di Asia usai terkoreksi 0,57%. Diikuti oleh dolar Singapura yang terperosok 0,18%. Selanjutnya ada ringgit Malaysia yang melemah 0,16% dan yen Jepang terdepresiasi 0,14%. Lalu, ada rupee India yang turun 0,12% terhadap dolar AS. Tak ketinggalan, Korea Selatan ditutup melemah 0,08% dan yuan China melorot 0,05%, sementara itu dolar Hong Kong terpantau turun tipis 0,009%.

Menurut Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi, pasar sebenarnya merespons positif pernyataan pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sampai bulan Agustus 2021 yang mencapai Rp382,2 triliun. “Defisit ini dianggap wajar karena bersamaan dengan kondisi global yang sedang bermasalah akibat pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih belum ada kejelasan, kapan pandemi ini berakhir,” kata Ibrahim, seperti dikutip dari Bisnis.

Sementara itu, dolar AS sempat menginjak level tertinggi dalam sebulan lantaran Federal Reserve berencana untuk mulai mengurangi aset dan menaikkan acuan jauh lebih cepat dibandingkan -bank sentral lainnya di pasar negara maju.

Selera risiko saat ini kembali, sehingga mengangkat minyak dan ekuitas global, bahkan ketika komentar hawkish dari Bank of England mendorong imbal hasil secara global, dengan catatan Treasury AS 10-tahun mencapai tertinggi sejak Juli semalam di 1,437%. Hal itu rupanya gagal mengatrol dolar AS.

risiko tidak terganggu oleh pergerakan imbal hasil, alih-alih memimpin dari berita seputar Evergrande, Otoritas China sedang mempersiapkan tim restrukturisasi, mengurangi ketakutan akan momen seperti Lehman,” kata Tapas Strickland, seorang analis di National Australia Bank pada .

Pos terkait