jakarta – Nilai tukar mata uang Garuda dibuka melemah sebesar 20 poin ke posisi Rp14.362,5 per dolar AS di awal perdagangan pagi hari ini, Jumat (6/8). Kemudian, rupiah lanjut melemah 12,5 poin atau 0,09 persen ke Rp14.355/USD. Kemarin, Kamis (5/8), kurs rupiah berakhir melemah 30 poin atau 0,21 persen ke angka Rp14.342,5 per USD.
Sedangkan indeks dolar AS yang mengukur pergerakan the greenback terhadap enam mata uang utama terpantau melemah tipis. Pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB, indeks dolar AS turun 0,02 persen menjadi 92,2534 karena para investor saat ini sedang mencermati angka klaim pengangguran di Amerika Serikat.
Departemen tenaga kerja Amerika Serikat pada hari Kamis melaporkan bahwa klaim pengangguran awal AS, cara kasar untuk mengukur PHK di negara itu mencapai 385.000 pada pekan yang berakhir 31 Juli 2021, turun 14.000 dari level yang telah direvisi pada minggu sebelumnya. Angka tersebut kira-kira sejalan dengan konsensus pasar.
Dari dalam negeri, sentimen rilis data terbaru AS diperkirakan bakal memengaruhi gerak rupiah akhir pekan ini. Menurut kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede, pasar akan mencermati rilis data ekonomi AS, yaitu trade balance yang diperkirakan defisit US$74,1 miliar, dari bulan sebelumnya yang defisit US$71,2 miliar. Hal itu pula yang akan jadi penggerak rupiah hari ini. Selain itu, data jobless claim atau klaim pengangguran AS juga akan memengaruhi rupiah.
Di samping itu, Josua menambahkan, pasar menunggu data tenaga kerja AS yang akan dirilis seperti non-farm payroll yang diperkirakan tumbuh jadi 870.000. Ia memperkirakan, secara keseluruhan datanya akan positif, sehingga akan meningkatkan kembali isu terkait pengetatan kebijakan moneter Federal Reserve serta berdampak positif pada dolar AS dan kembali menekan rupiah. “Dengan potensi ekspektasi data-data ekonomi AS yang cukup baik, USD/IDR diperkirakan masih bergerak di rentang Rp14.300 per dolar AS – Rp14.400 per dolar AS,” jelas Josua, seperti dilansir Kontan.
Di sisi lain, pelemahan rupiah kemarin kemungkinan karena adanya pernyataan dari Wakil gubernur Fed Richard Clarida, yang menuturkan bahwa The Fed diprediksi akan mulai menaikkan suku bunga acuannya pada tahun 2023 mendatang. The Fed juga diprediksi mengumumkan kebijakan tapering pada akhir tahun 2021 ini.