Jakarta – nilai tukar rupiah dibuka menguat sebesar 47,5 poin atau 0,33 persen ke posisi Rp14.435 per dolar as di awal perdagangan pagi hari ini, Jumat (30/7). Kemarin, Kamis (29/7), kurs mata uang Garuda berakhir terapresiasi tipis 5 poin atau 0,03 persen ke level Rp14.482,5 per USD.
Indeks dolar AS yang mengukur pergerakan the Greenback terhadap sejumlah mata uang utama jatuh ke level terendah 1 bulan. Pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB, indeks dolar AS melorot 0,383 persen menjadi 91,905, level terendah sejak 29 Juni 2021. Penurunan dolar AS terjadi sehari setelah federal reserve menyatakan pasar kerja masih mempunyai beberapa alasan untuk dibahas sebelum tiba saatnya bagi mereka melakukan pelonggaran kebijakan moneter.
“Kekuasaan dolar atas euro tampaknya berakhir karena The Fed tampaknya tidak jauh dari tapering (pengurangan pembelian obligasi) karena ekonomi perlahan-lahan mencapai kemajuan substansial di pasar tenaga kerja,” ujar Edward Moya, analis pasar senior untuk Amerika di OANDA, seperti dilansir Reuters melalui Antara.
Dolar AS yang masih naik 1,6 persen sejak pertemuan The Fed Juni 2021, usai pergeseran hawkish dari The Fed, akhirnya memperoleh sedikit dukungan berkat angka produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat yang dilaporkan pada Kamis (29/7). Data terbaru menunjukkan bahwa sementara ini ekonomi AS tumbuh solid pada kuartal II, didorong bantuan besar-besaran pemerintah, pertumbuhan jauh dari perkiraan para ekonom. Departemen Perdagangan AS melaporkan, PDB AS meningkat pada tingkat tahunan 6,5 persen pada kuartal terakhir, jauh di bawa perkiraan ekonom sebesar 8,5 persen.
Sementara itu, kepala ekonom bank Permata Josua Pardede menilai bahwa apresiasi rupiah kemarin terjadi karena melemahnya dolar AS setelah hasil rapat FOMC. “Meskipun sesuai ekspektasi The Fed masih mempertahankan suku bunga acuannya di level 0%-0,25%, Gubernur The Fed belum mengindikasikan potensi kebijakan tapering yang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya,” tutur Josua, seperti dikutip Kontan.
Josua menambahkan, hal itu dipengaruhi pernyataan Gubernur Federal Reserve Jerome Powell bahwa sejumlah indikator kondisi perekonomian AS belum cukup signifikan, salah satunya tingkat pengangguran yang belum mencapai full employment. “Powell masih menekankan belum ada kebijakan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan dan kenaikan inflasi di AS masih dapat dipengaruhi oleh laporan tenaga kerja di AS yang belum stabil,” tandasnya.