The Fed Bersiap Naikkan Suku Bunga, Rupiah Pagi Ini Berhasil Rebound 20 Poin

Rupiah - www.liputan6.com
Rupiah - www.liputan6.com

Jakarta – Rupiah dibuka rebound sebesar 20 poin ke posisi Rp14.369 per dolar AS di awal perdagangan pagi , Jumat (28/1). Kemudian, rupiah lanjut menguat 17,5 poin atau 0,12 persen ke Rp14.371,5/. Kemarin, Kamis (27/1), kurs mata uang Garuda ditutup melemah 36 poin atau 0,25 persen ke angka Rp14.389 per USD.

Bacaan Lainnya

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur pergerakan the Greenback terhadap sekeranjang mata uang utama terpantau naik ke level tertinggi sejak Juli 2020. Pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB, indeks dolar AS melambung ke posisi 97,299, sehari usai Federal Reserve (The Fed) mengungkapkan bahwa mereka bakal menaikkan suku bunga acuan lebih cepat dan lebih besar dalam beberapa bulan yang akan datang.

Usai The Fed menyatakan siap mulai menaikkan suku bunganya pada Maret 2022 untuk menahan laju inflasi, pasar uang bergeser memperkirakan sebanyak 5 kali kenaikan seperempat basis poin sampai akhir ini. Pernyataan hawkish The Fed itu pula yang mendorong dolar AS menguat. Kenaikan 0,8 persen merupakan lonjakan satu hari terbesar dalam lebih dari 2 bulan.

Menurut Analis Pasar Senior OANDA, Ed Moya, prospek kenaikan suku bunga agresif telah mengakibatkan reset besar-besaran secara global. “Anda hanya tidak tahu seberapa jauh The Fed akan melangkah karena kami tidak tahu persis kapan inflasi akan benar-benar mencapai puncaknya,” papar Ed, seperti dilansir Antara.

Di sisi lain, ada optimisme bahwa inflasi dapat mereda pada pertengahan tahun. Namun, hal itu bisa menjadi lebih buruk dan memicu The Fed melakukan tindakan yang lebih agresif. “Anda punya sedikit lebih banyak yang tersisa dalam pergerakan dolar ini,” imbuhnya.

Dari dalam negeri, pergerakan kurs rupiah hari ini diprediksi akan dipengaruhi oleh sentimen internal dan eksternal. Ekonom Maybank Myrdal Gunarto menjelaskan, faktor pertama dikarenakan kebutuhan dolar AS yang tinggi di setiap akhir bulan untuk pembayaran utang luar negeri dan korporasi, serta untuk memenuhi kebutuhan pembayaran barang impor, baik bahan bakar minyak atau bahan baku produksi.

Kemudian, obligasi AS naik karena lonjakan inflasi global. “Selain itu, rencana pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan Federal Reserve (The Fed) juga sangat mempengaruhi mata uang emerging market seperti rupiah,” paparnya, seperti dikutip dari Kontan. Alhasil, investor asing melakukan safety action di pasar Surat Utang Negara (SUN) yang mengakibatkan rupiah tertekan.

Pos terkait