Rupiah Masih Terjebak di Zona Merah Usai Putusan Kebijakan The Fed

Rupiah melemah di awal perdagangan pagi hari ini, Kamis (27/1) - firststate-futures.com

Jakarta – Nilai tukar rupiah dibuka melemah sebesar 25 poin atau 0,17 persen ke level Rp14.378 per dolar AS di awal pagi hari ini, Kamis (27/1). Kemarin, Rabu (26/1), kurs mata uang Garuda berakhir melemah tipis sebesar 3 poin atau 0,02 persen ke angka Rp14.353 per USD.

Bacaan Lainnya

Indeks dolar AS yang mengukur pergerakan the Greenback terhadap sekeranjang mata uang utama terpantau ke level tertinggi dalam 5 minggu. Pada akhir perdagangan Rabu atau Kamis pagi WIB, indeks dolar AS dilaporkan naik 0,53 persen. Kenaikan dolar AS ini terjadi usai () kemungkinan bakal menaikkan suku bunga acuannya pada bulan Maret 2022 depan sekaligus meluncurkan pengurangan yang signifikan untuk kepemilikan asetnya.

Ketua The Fed Jerome Powell menuturkan bahwa pihaknya akan berpikiran terbuka saat menyesuaikan kebijakan moneter guna menjaga inflasi yang terus-menerus tinggi supaya tidak mengakar. Akan tetapi, masih belum ada keputusan yang dibuat. “Kami akan rendah hati dan gesit,” ujarnya, seperti dilansir dari Antara.

Saham di Wall Street pun sebagian besar dijual lantaran komentar itu menimbulkan ketidakpastian. Pernyataan The Fed di akhir pertemuannya telah meninggalkan pertanyaan, terutama berkaitan dengan rencana untuk mengurangi neraca yang nilainya hampir 9 triliun dolar AS. “Pernyataan itu masih menyisakan banyak pertanyaan yang harus dijawab terutama ketika menyangkut pengurangan neraca. Tidak ada banyak detail yang diberikan,” ungkap Russell Price, kepala ekonom di Ameriprise Financial.

Sementara itu, dari dalam negeri, Analis Monex Investindo Futures Faisyal berpendapat jika rupiah berpotensi untuk kembali melemah. Meski The Fed belum menaikkan suku bunga, The Fed kemungkinan bakal memangkas neracanya.

“Hal ini akan dolar AS kembali menguat, sehingga rupiah pun berpotensi kembali tertekan. Belum lagi, kasus Covid-19 di dalam negeri semakin melonjak belakangan ini,” ujar Faisyal, seperti dikutip dari Kontan. Di samping itu, pasar kini sedang menjauhi aset berisiko, termasuk rupiah. Apalagi karena ketegangan politik yang memanas di Eropa Timur, melibatkan dan Rusia.

Pos terkait