Jakarta – Kurs rupiah mengawali perdagangan pagi hari ini, Rabu (26/1), dengan penguatan sebesar 17,5 poin atau 0,12 persen ke angka Rp14.332,5 per dolar AS. Sebelumnya, Selasa (25/1), nilai tukar mata uang Garuda berakhir terdepresiasi 15 poin atau 0,10 persen ke posisi Rp14.350 per USD.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur pergerakan the greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau sedikit menguat. Pada akhir perdagangan Selasa atau Rabu pagi WIB, indeks dolar AS merangkak naik tipis sebesar 0,097 persen. Para investor banyak yang beralih ke dolar AS, sehari sebelum Federal Reserve (The Fed) diprediksi bakal menjelaskan rincian mengenai rencananya untuk memperketat kebijakan moneter.
“Pasar memperkirakan dalam satu kenaikan oleh The Fed pada 2022. Sekarang kami memperkirakan empat. Itu pada akhirnya merupakan pendorong utama kekuatan dolar yang telah kita lihat selama tiga bulan terakhir,” ungkap Direktur Strategi Valas Credit Suisse, Alvise Marino, seperti dilansir Antara. “Ini sedikit dipercepat karena pelemahan di pasar ekuitas yang lebih luas dan selera risiko yang telah Anda lihat khususnya sejak Rabu lalu,” imbuhnya.
Kepala Riset Investasi BDSwiss Holding Ltd, Marshall Gittler juga menilai bahwa kenaikan dolar AS menunjukkan perannya sebagai mata uang safe haven utama. “Mata uang biasanya menguat ketika suku bunga diperkirakan naik dan turun ketika ekspektasi kenaikan suku bunga di masa depan meningkat. Bukan hanya itu (dolar) naik selama periode risk-off (penghindaran risiko) tetapi juga naik bahkan ketika ekspektasi untuk pengetatan Fed dikupas kembali,” terangnya.
Di sisi lain, rupiah kemarin melemah di pasar spot karena sikap pasar yang cenderung berhati-hati menjelang Federal Open Market Committee (FOMC). Menurut Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C. Permana, rupiah berpeluang untuk kembali melemah di perdagangan Rabu karena terdampak sikap wait and see yang dilakukan oleh para investor. Terlebih karena sinyal hawkish yang kuat dari The Fed.
“Pelaku pasar tidak hanya menanti arah kenaikan suku bunga AS, tetapi juga menanti besaran tapering off apakah akan lebih besar lagi dan kapan The Fed melakukan penjualan obligasi US Treasury,” jelas Fikri pada Kontan.