Jakarta – Kurs rupiah mengawali perdagangan pagi hari ini, Rabu (19/10), dengan pelemahan sebesar 12 poin atau 0,08 persen ke posisi Rp15.475,5 per dolar AS. Sebelumnya, Selasa (18/10), nilai tukar mata uang Garuda berakhir terapresiasi 24 poin atau 0,16 persen ke level Rp15.463,5 per USD.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur pergerakan the Greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau menguat. Pada akhir perdagangan Selasa atau Rabu pagi WIB, indeks dolar AS naik 0,07 persen menjadi 112,15, usai sebelumnya terpeleset ke level terendah 2 pekan di 111,76. Kembalinya selera risiko di pasar keuangan global telah membatasi kenaikan dolar AS.
“Getaran risk-on (pengambilan risiko) kemarin tampaknya akan berlanjut ke sesi hari ini. Kurangnya berita utama, ditambah dengan beberapa kemiripan stabilitas fiskal di Inggris, tampak menjadi biang keladinya,” ujar Michael Brown, kepala intelijen pasar di perusahaan pembayaran Caxton di London, seperti dilansir dari Antara.
Pada Senin (17/10), Menteri Keuangan baru Inggris Jeremy Hunt membatalkan rencana ekonomi Perdana Menteri Liz Truss. Hal itu telah melemahkan kepercayaan investor di Inggris selama beberapa minggu belakangan. Pembalikan rencana fiskal Inggris telah mendorong reli untuk aset-aset berisiko, termasuk di Wall Street. Keuntungan pasar saham AS pun didorong pendapatan perusahaan yang kuat dari Goldman Sachs dan Johnson & Johnson.
“Dengan The Fed tetap menjadi salah satu bank sentral G10 yang paling hawkish, dan risiko penurunan terhadap prospek terus meningkat. Saya tetap bullish pada dolar AS dalam jangka menengah,” papar Brown dari Caxton.
Dari dalam negeri, kurs rupiah diprediksi masih akan menguat terhadap dolar AS. Menurut Analis DCFX Futures Lukman Leong, penguatan rupiah didukung oleh sentimen risk on di pasar yang diprediksi masih akan berlanjut di tengah absennya data ekonomi terbaru dari Amerika Serikat.
Namun, penguatan rupiah kemungkinan akan terbatas, dengan pelaku pasar yang kini tengah mengantisipasi rapat dewan gubernur (RDG) Bank indonesia (BI) yang diselenggarakan mulai hari ini sampai besok (20/10). BI diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps). “Kenaikan ini dinilai kurang agresif di tengah inflasi yang tinggi,” beber Lukman pada Kontan.
Tak jauh berbeda, Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana juga mengungkapkan bahwa pasar kini sedang menunggu hasil RDG BI. Kemungkinan BI akan menaikkan suku bunga 25 bps. “Kepentingannya agar rupiah tetap stabil namun dengan tingkat inflasi yang tetap terjaga. Makanya saya berharap hanya 25 bps,” pungkas Fikri.