ECB Naikkan Suku Bunga Acuan, Rupiah Tergelincir pada Jumat Pagi

Rupiah - bisnis.com
Rupiah - bisnis.com

Jakarta – Nilai tukar dibuka melemah tipis sebesar 2 poin atau 0,01 persen ke posisi Rp15.391 per dolar AS di awal perdagangan pagi hari ini, Jumat (17/3). Kemudian, rupiah berbalik menguat 4 poin atau 0,03 persen ke Rp15.385/USD. Kemarin, Kamis (16/3), kurs mata uang Garuda berakhir terdepresiasi 7,5 poin atau 0,05 persen ke angka Rp15.389 per USD.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur pergerakan the Greenback terhadap sekeranjang mata uang utama terpantau melemah. Pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB, indeks dolar AS turun 0,258 persen usai Bank Sentral Eropa (ECB) menaikkan suku bunga acuannya walaupun terjadi kekacauan pasar dalam beberapa hari terakhir.

Bacaan Lainnya

Hal itu merupakan tanda bahwa Federal Reserve (The Fed) kemungkinan juga bakal menaikkan suku bunga pekan depan karena Fed maupun ECB sedang berusaha meredam inflasi. Berdasar FedWatch Tool CME, pasar menilai kemungkinan 80,5 persen bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga seperempat poin pada tanggal 22 Maret 2023 mendatang.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS dan zona euro naik lantaran pasar saham di kedua sisi Atlantik menguat usai reaksi perdagangan awal yang bergejolak oleh pasar terhadap keputusan ECB. “Pasar melihat ECB, melihat bank sentral yang menghadapi ketidakpastian pasar dan mengambil keputusan hawkish yang telah diisyaratkan dalam panduan sebelumnya, didorong oleh mandat dan mengatakan ‘The Fed mungkin dapat mengikuti pola yang sama’,” papar Brian Daingerfield, kepala strategi valas G-10 di NatWest Markets, seperti dilansir dari Antara.

Menurut ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri, gerak hari ini akan dipengaruhi oleh kekhawatiran kondisi pasar finansial global terkait ditutupnya 3 bank di Serikat serta risiko tambahan dari kasus Bank Credit Suisse. Sedangkan, dari dalam negeri, pasar justru merespons positif keputusan yang menahan suku bunga acuan BI 7D RRR di level 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG).

“BI juga menyebutkan dampak dari gejolak SVB dan ditutupnya Bank-bank di AS tidak memberikan dampak secara langsung ke sektor perbankan domestik,” ungkap Reny, seperti dilansir dari Kontan. Kondisi perbankan juga ia nilai masih tetap kuat dengan berlanjutnya pembiayaan perbankan terhadap usaha yang tetap tinggi seiring dengan likuiditas yang masih longgar dan suku bunga yang masih bersaing.

“BI telah melakukan stress test ketahanan perbankan dan menyimpulkan bahwa kondisi perbankan nasional tidak terdampak langsung oleh kasus penutupan tiga bank di AS,” pungkas Reny.

Pos terkait