Jakarta – Nilai tukar rupiah dibuka melemah sebesar 17,5 poin atau 0,11 persen ke angka Rp15.610 per dolar AS di awal perdagangan pagi hari ini, Kamis (15/12). Kemarin, Rabu (14/12), kurs mata uang Garuda berakhir terapresiasi 64,5 poin atau 0,41 persen ke posisi Rp15.592,5 per USD.
Indeks dolar AS yang mengukur gerak the Greenback terhadap enam mata uang utama terpantau melemah. Pada akhir perdagangan Rabu atau Kamis pagi WIB, indeks dolar AS turun 0,21 persen menjadi 103,7700. Pelemahan dolar AS terjadi usai federal reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps (basis poin), menyusul 4 kenaikan berturut-turut sebesar 75 basis poin pada pertemuan sebelumnya sebagai langkah untuk meredam inflasi.
Peningkatan terbaru telah mengangkat kisaran target suku bunga dana federal menjadi 4,25 persen hingga 4,5 persen, level tertinggi dalam 15 tahun. The Fed memperkirakan setidaknya 75 basis poin tambahan kenaikan biaya pinjaman pada akhir tahun 2023 serta peningkatan pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang hampir terhenti.
Ketua Fed Jerome Powell menyatakan bahwa terlalu dini untuk berbicara mengenai pemotongan suku bunga bank sentral AS dan bahwa fokus The Fed adalah pengaturan kebijakan yang akan mengembalikan inflasi ke target 2,0 persen dari waktu ke waktu.
“Ini adalah rangkaian komunikasi yang lebih hawkish daripada yang diharapkan pasar. Pembuat kebijakan memupus harapan untuk pelonggaran berkelanjutan dalam kondisi keuangan dengan mempertahankan bahasa sebelumnya yang mengatakan bahwa ‘peningkatan berkelanjutan’ akan diperlukan untuk menempatkan kebijakan pada pijakan yang cukup ketat,” ujar Karl Schamotta, kepala strategi pasar di Corpay seperti dilansir dari Reuters.
Dolar AS diprediksi melanjutkan pelemahan dalam jangka pendek. Hal tersebut juga sejalan dengan tingkat inflasi amerika Serikat yang semakin melandai. Inflasi AS pada November 2022 tercatat sebesar 7,1 persen secara tahunan ataua year on year (YoY), lebih rendah dari inflasi Oktober 2022 sebesar 7,7 persen YoY.
Selain data inflasi, pasar juga akan mencermati data lain yang bakal dirilis, seperti tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan manufaktur. Data itu akan turut memengaruhi gerak dolar AS ke depannya. Walau berpeluang melemah lagi, Analis DCFX Futures Lukman Leong menilai dolar AS tetap jadi mata uang utama dunia yang berimbal hasil paling tinggi. “Oleh sebab itu, dolar AS masih akan menjadi tujuan investasi mata uang yang paling menarik,” ucapnya pada Kontan.