Rupiah Terjebak di Zona Merah Usai Rilis Data Inflasi AS

Rupiah - www.businesstimes.com.sg
Rupiah - www.businesstimes.com.sg

Jakarta – Kurs mengawali perdagangan pagi hari ini, Kamis (12/8), dengan pelemahan sebesar 12,5 poin ke angka Rp14.395 per dolar AS. Kemudian, rupiah lanjut melemah 7,5 poin atau 0,05 persen ke Rp14.390/USD. Sebelum libur Tahun Baru Islam, Selasa (10/8), nilai tukar mata uang Garuda berakhir terdepresiasi 20 poin atau 0,14 persen ke posisi Rp14.382,5 per USD.

Bacaan Lainnya

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur pergerakan the Greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau melemah. Pada akhir perdagangan Rabu atau Kamis pagi WIB, indeks dolar AS turun 0,14 persen jadi 92,9236, dikarenakan para pelaku pasar masih mencermati data indeks harga konsumen (IHK) atau tingkat inflasi Amerika Serikat pada Juli 2021.

Dari segi ekonomi, Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat melaporkan pada Rabu bahwa IHK (Indeks Harga Konsumen) AS yang menjadi ukuran utama inflasi mengalami kenaikan 0,5 persen pada Juli 2021 atau meningkat 5,4 persen year to year. Angka tersebut kabarnya sesuai dengan prediksi pasar. Sedangkan IHK inti, yang tidak termasuk sektor energi dan makanan, naik 0,3 persen pada Juli 2021 atau meningkat 4,3 persen year to year.

Dari dalam negeri, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa indeks dolar AS menguat pada Selasa (10/8) lantaran adanya rilis pembukaan pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja AS pada hari Senin, yang menunjukkan bahwa jumlah lowongan pekerjaan naik 590.000 ke rekor tertinggi 10,1 juta pada akhir bulan Juni 2021.

“Ini mengikuti dari laporan pekerjaan resmi AS hari Jumat, di mana nonfarm payrolls naik 943.000 pada Juli, lebih dari yang diharapkan, sementara angka untuk Mei dan Juni juga direvisi naik,” papar Ibrahim, seperti dilansir Kontan.

Kekuatan pasar tenaga kerja pun dianggap mendorong pasar untuk menilai kembali kapan Reserve akan mulai mengendalikan aset senilai 120 miliar dolar AS, yang berpotensi mulai turun tahun ini dengan suku bunga yang lebih tinggi.

Di sisi lain, data pertumbuhan juga kurang direspons oleh pasar. “Walaupun ekonomi membaik, tetapi sangat rapuh dan bersifat semu, karena angka 7,07 % diperoleh dari basis  Produk Domestik Bruto (PDB) yang anjlok drastis pada tahun lalu yaitu ekonomi hanya tumbuh minus 5,32% pada kuartal Kedua 2020,” jelas Ibrahim.

Pos terkait