Jakarta – Kurs rupiah dibuka melemah sebesar 13 poin atau 0,09 persen ke angka Rp14.262,5 per dolar AS di awal perdagangan pagi hari ini, Rabu (10/11). Sebelumnya, Selasa (9/11), nilai tukar mata uang Garuda berakhir terapresiasi 10,5 poin atau 0,07 persen ke posisi Rp14.249,5 per USD.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur pergerakan the greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau melemah. Pada akhir perdagangan Selasa atau Rabu pagi WIB, indeks dolar AS tergelincir 0,11 persen jadi 92,948. Pelemahan dolar AS terjadi lantaran investor menunggu data inflasi Amerika Serikat pada Rabu waktu setempat yang akan jadi indikator utama berikutnya apakah tekanan harga-harga meningkat secara cepat.
Menurut data terbaru, harga-harga produsen AS menguat pada Oktober 2021. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa inflasi yang tinggi bisa bertahan untuk sementara waktu di tengah rantai pasokan yang ketat mengenai pandemi. Namun, para pedagang menahan pergerakan besar menjelang data indeks harga konsumen yang akan dirilis pada hari Rabu pagi waktu setempat.
“Mencari pergerakan besar apa pun menjelang IHK (Indeks Harga Konsumen) AS besok akan sia-sia. Kami kemungkinan akan melihat sedikit lebih banyak pergerakan di sisi valas setelah IHK,” ujar Mazen Issa, ahli strategi senior valas di TD Securities, seperti dilansir Antara.
Menurut para ekonom yang disurvei Reuters, IHK bulanan diprediksi naik jadi 0,4 persen dari kenaikan sebesar 0,2 persen di bulan sebelumnya, dengan ukuran inti tahun ke tahun yang diawasi secara ketat naik 0,3 poin persentase jadi 4,3 persen, jauh melebihi rata-rata target inflasi tahunan The Fed 2,0 persen.
Sedangkan rupiah diprediksi masih akan melanjutkan penguatannya pada hari Rabu karena ditopang oleh sentimen domestik dan eksternal yang masih kondusif. Menurut Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana, rupiah memiliki peluang bergerak di zona hijau usai indeks dolar AS berada dalam tekanan.
Terlebih karena yield US Treasury melemah, sedangkan yield SBN acuan 10 tahun malah menguat. Hal tersebut mengakibatkan spread antara SBN dan US Treasury melebar dan menyumbang sentimen positif untuk rupiah. “Pada Selasa (9/11) malam ada rilis data ekonomi AS yakni Producer Price Index di mana secara konsensus diekspektasikan akan membaik dari bulan sebelumnya. Selama peningkatan tidak signifikan, rupiah masih tetap bisa menguat,” jelasnya, seperti dikutip Kontan.