LABUAN BAJO – KTT ASEAN digelar pada tengah pekan ini di Labuan Bajo. Meski fokus utama masih tertuju pada masalah ekonomi dan kondisi di Laut China Selatan, krisis di Myanmar dan serangan terang-terangan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan baru-baru ini telah membayangi pembicaraan pertemuan tingkat tinggi tersebut, dengan pemimpin rezim militer Myanmar tidak diundang.
Seperti dilansir dari Nikkei Asia, delapan pemimpin dari sepuluh anggota ASEAN akan memulai KTT dua hari pada hari Rabu (10/5) di Labuan Bajo, Flores. Para pemimpin rezim militer Myanmar tidak diundang, sedangkan Thailand yang menggelar pemilihan umum akan diwakili oleh Wakil Perdana Menteri, Don Pramudwinai.
Indonesia, yang memegang kepemimpinan bergilir tahun ini dan mendeklarasikan tema KTT tersebut sebagai ‘ASEAN Matters: Epicentrum of Growth’, menyoroti tiga prioritas untuk menangani krisis Myanmar, yakni mengakhiri kekerasan, bantuan kemanusiaan, dan dialog yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. “Kami ingin Myanmar juga berperan aktif dalam dialog ini,” tandas Presiden Joko Widodo.
Pada hari Senin (8/5) kemarin, Presiden Jokowi mengungkapkan, konvoi yang mengirimkan bantuan dari pusat bantuan kemanusiaan ASEAN telah diserang, tanpa memberikan rincian. Ia menggarisbawahi bahwa (serangan) tersebut tidak akan menghalangi ASEAN dan Indonesia untuk mengulangi seruan agar menghentikan kekerasan. Menurut dia, tidak ada yang akan menang dalam situasi ini.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Singapura di hari yang sama mengungkapkan bahwa dua anggota staf dari Kedutaan Besar Singapura di Yangon menjadi bagian dari konvoi yang terlibat dalam insiden di negara bagian timur Shan. Walau iring-iringan aman, juru bicara kementerian menegaskan bahwa pihaknya mengutuk serangan tersebut.
“Singapura mendesak semua pihak untuk menahan diri dari kekerasan, sesuai dengan konsensus lima poin,” kata juru bicara itu, mengacu pada draft pemulihan perdamaian yang disepakati secara luas di Jakarta tahun 2021 lalu. “Hanya dialog konstruktif di antara semua pemangku kepentingan utama di Myanmar yang dapat memfasilitasi solusi damai untuk kepentingan rakyat Myanmar.”
Indonesia telah mengisyaratkan tekad untuk membuat kemajuan di Myanmar sambil terus menekan Naypyitaw. Ada urgensi yang meningkat untuk kemajuan nyata sebelum kepemimpinan ASEAN bergeser ke Laos pada tahun 2024, yang dipandang sebagai saluran prioritas kebijakan luar negeri China di Myanmar. Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan Indonesia telah terlibat dalam ‘diplomasi diam-diam’ dengan ‘sebanyak mungkin pemangku kepentingan’, termasuk rezim militer yang dikenal sebagai State Administration Council.
Krisis Myanmar dinilai dapat menghambat pembicaraan penting tentang kode etik ASEAN dengan China di Laut China Selatan dan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP), yang telah tertunda selama bertahun-tahun. Indonesia juga berharap untuk membuat kemajuan di bidang ini, di tengah kekhawatiran atas klaim keras Beijing di sebagian besar jalur lautan yang penting itu.
Pada saat yang sama, beberapa pemimpin ASEAN yang baru diangkat mengambil sikap yang lebih tegas sebagai tanggapan. Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., meningkatkan kerja sama militer dengan AS, sedangkan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, juga telah menyatakan tekad untuk melanjutkan eksplorasi gas alam di laut yang kaya sumber daya tersebut.
Sementara itu, Indonesia menekankan perlunya kerja sama konkret dan inklusif dengan semua negara untuk menjadikan Indo-Pasifik sebagai kawasan yang damai dan sejahtera. Pernyataan itu secara halus menyinggung China, yang dikecualikan dari pembicaraan Indo-Pasifik yang dipimpin oleh AS dan sekutunya. China sendiri dalam beberapa tahun terakhir telah muncul sebagai sumber investasi utama bagi Indonesia serta mitra dagang terbesarnya.