Kerupuk singkong menjadi camilan yang sudah populer di semua kalangan, mulai anak-anak hingga dewasa pun menggemarinya. Bahkan, kini para pengusaha keripik dan kerupuk singkong sudah banyak berinovasi menghadirkan produk dengan berbagai rasa. Isnadi, salah satu pelaku usaha kerupuk di Dusun Kasin, Kabupaten Malang pun tentunya tak mau kalah bersaing. Terlebih, bisnis kerupuk lokal di wilayah tersebut terbilang menjanjikan dengan omzet jutaan rupiah per hari.
Isnadi telah mendirikan home industry kerupuk singkong sejak 2010 silam. Pria paruh baya ini memperoleh bahan baku langsung dari petani singkong di sekitarnya. Tak hanya itu, dia juga memberdayakan warga sekitar untuk membuat kerupuk singkong. “Bahan baku singkong diperoleh dari petani seharga Rp1.400 per kilo. Proses pengerjaannya terbilang cukup lama dan dibantu oleh beberapa orang tetangga,” terang Isnadi.
Kerupuk singkong umumnya berbentuk lebar 20 cm, tetapi ada pula yang kecil sekitar 3-7 cm. Biasanya dimakan sebagai camilan minum kopi atau teh di sore hari. Terbuat dari ketela pohon (singkong), bawang putih, bumbu penyedap, gula pasir, garam, dan daun bawang.[1]
Isnadi menerangkan, proses pembuatan kerupuk singkong dimulai dari pengupasan dan pembersihan bahan. Singkong yang sudah bersih kemudian dihaluskan dan dicampur dengan bahan dan bumbu lainnya. adonan yang sudah siap tersebut dimasak kemudian dipotong tipis. Bahan utama singkong kemudian dicampur dengan tepung tapioka untuk menghasilkan cecek atau bahan kerupuk yang siap diolah berbagai rasa. “Proses pengolahan singkong mentah menjadi cecek kerupuk tersebut membutuhkan waktu setidaknya 4 hari karena harus dijemur di bawah terik matahari hingga kering,” tambah Isnadi.
Setiap harinya, Isnadi mampu mengolah 4 kuintal singkong menjadi 200 kg kerupuk singkong. Kerupuk buatan Isnadi awalnya dijajakan ke sejumlah pengepul langganannya, tetapi seiring tingginya permintaan, maka Isnadi juga memasarkannya ke luar kota melalui marketplace.
Harga jual kerupuk singkong pun berbeda-beda, untuk ukuran cecek kerupuk yang besar, dibanderol mulai Rp64 ribu per ball yang berisi 5 kg. Sedangkan, untuk cecek kerupuk kecil dijual lebih mahal sedikit yakni Rp65 ribu per ball. Artinya jika terjual semua, dalam sehari, Isnadi mampu memperoleh untung setidaknya Rp2 juta rupiah. “Kami berharap, ke depan mampu mengembangkan usaha karena selama ini masih menemui kendala dalam hal pemasaran,” tutupnya.
[1] Rohaendi, Dedi. 2009. Kerupuk Sangrai. Jakarta: Gramedia Pustaka. Hlm 7.