MALANG – harga minyak goreng di Kota Malang saat ini memang masih belum stabil. Perwakilan Dinas Koperasi dan Perindustrian perdagangan Kota Malang, Muhammad Sailendra, menilai, penyesuaian harga minyak goreng dan toko ritel masih sulit karena banyak faktor, salah satunya distribusi produk.
Tercatat, kebutuhan minyak goreng di Kota Malang diperkirakan mencapai 250 ribu liter per hari untuk 250 kepala keluarga. Namun saat ini, kebutuhan minyak goreng tersebut masih belum terpenuhi oleh distributor. “Tiap minggu dikirim 8 ribu liter minyak goreng dan ternyata masih kurang,” kata Sailendra.
Saat harga minyak goreng kemasan tinggi, pemerintah mendistribusikan minyak goreng curah dengan harga murah sekitar Rp14 ribu. Hal tersebut diharapkan menjadi angin segar bagi para pelaku usaha. Faktanya di lapangan, distribusi minyak goreng curah pun masih mengalami banyak kendala. “Harapannya, kami bisa mendorong distributor menyiapkan empat kali lipat dari jumlah saat ini atau sekitar 32 ribu liter per minggu,” tambahnya.
Pemerintah Kota Malang turut melakukan berbagai upaya agar harga minyak goreng di pasaran bisa disesuaikan. Meski butuh waktu, Dinas Koperasi dan Perindustrian Perdagangan Kota Malang (Diskoperindag) akan memprioritaskan para pelaku usaha untuk mendapatkan minyak goreng murah. “Kami akan memfasilitasi para pelaku usaha keripik dan kerupuk yang membutuhkan minyak goreng dalam jumlah banyak untuk memperoleh harga lebih murah,” tandas pria berkacamata ini.
Sementara itu, berdasarkan pemantauan di toko ritel per Juli 2022, harga minyak goreng kemasan ukuran 2 liter umumnya dibanderol mulai Rp49 ribu sampai Rp52 ribu. Harga minyak goreng kemasan 1 liter pun kini masih dibanderol mulai Rp22 ribu. Minyak goreng yang masih diatur HET (harga eceran tertinggi) hanyalah curah dengan patokan Rp14 ribu per liter atau Rp15.500 per kg.
Salah satu produsen kerupuk di Kota Malang, Zaenal Abjad, memutuskan berhenti memproduksi kerupuk. Keputusan tersebut dipilihnya lantaran harga bahan baku utama yaitu minyak goreng tercatat terus meroket hingga tiga kali lipat dari harga normalnya. Padahal, pengusaha kerupuk seperti Zaenal membutuhkan lebih dari 60 liter minyak goreng untuk sekali produksi.
“Kalau harga minyak goreng mahal, biaya produksi tentu saja meningkat,” ungkap Zaenal. “Selain harga minyak goreng yang mahal, harga tepung sekarang juga ikutan naik, jadi saya lebih memilih berhenti produksi untuk sementara waktu.”
Zaenal pun sempat meliburkan beberapa karyawannya selama seminggu. Saat kembali produksi, ia kembali memutar otak untuk mengakali harga bahan baku yang melejit, seperti mengurangi ukuran kerupuknya. “Agar tidak rugi, terus cari cara, mulai meliburkan karyawan hingga mengurangi ukuran kerupuk, yang untungnya dapat dimaklumi oleh pembeli,” pungkas Zaenal.