JAKARTA – Rupiah harus berbalik ke zona merah pada perdagangan Selasa (18/1) sore di tengah ekspektasi pengetatan kebijakan bank sentral yang lebih cepat dan kenaikan suku bunga acuan. Menurut paparan bloomberg Index pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda berakhir melemah 12 poin atau 0,08% ke level Rp14.336 per dolar AS.
Sementara itu, mayoritas mata uang di kawasan Benua Asia mampu mengungguli greenback. Won Korea Selatan menjadi yang paling perkasa setelah melonjak 0,48%, diikuti baht Thailand yang bertambah 0,45%, dolar Singapura yang menguat 0,12%, dan yen Jepang yang naik 0,11%. Sebaliknya, rupee India harus merosot 0,12%, sedangkan ringgit Malaysia melemah 0,11%.
“Nilai tukar rupiah masih tertekan karena tingkat kenaikan tingkat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS,” tutur analis pasar uang, Ariston Tjendra, dikutip dari CNN Indonesia. “Yield obligasi pemerintah AS terus menanjak pada perdagangan kemarin karena ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS sebanyak tiga atau empat kali yang digaungkan oleh para pejabat federal Reserve.”
Nyaris senada, Kepala Ekonom Bank Central Asia, David Sumual, sebelumnya memprediksi bahwa rupiah masih diselimuti sejumlah sentimen negatif, termasuk rilis data neraca perdagangan yang berada di bawah ekspektasi. Selain itu, dengan para pejabat the fed yang semakin memberikan pernyataan hawkish bahwa kenaikan suku bunga akan terjadi pada Maret, membawa dolar AS lebih perkasa dibandingkan mata uang lainnya.
Menurut Direktur Ekonomi dan Pasar di National Australia Bank, Tapas Strickland, suku bunga global memang terus naik di tengah ekspektasi pengetatan bank sentral yang lebih cepat. Pasar sekarang sepenuhnya memberi harga empat kenaikan suku bunga The Fed pada 2022, dan waktu kenaikan suku bunga ECB (Bank Sentral Eropa) telah dimajukan hingga September.
Pengecualian adalah China dengan People’s Bank of China memangkas suku bunga sebesar 10 basis poin pada Senin (17/1) kemarin di tengah prospek pertumbuhan ekonomi yang tidak pasti. Presiden China, xi jinping, memperingatkan potensi kenaikan suku bunga yang cepat yang dapat menggagalkan pemulihan global dari pandemi virus corona.