KOTA MALANG – Kampoeng Lampion merupakan pusat home industri kerajinan tangan lampion di Kota Malang yang berdiri sejak lama. Hingga saat ini, tidak sedikit perajin yang masih eksis memproduksi pernak-pernik Imlek tersebut. Dibandingkan tahun lalu, permintaan lampion saat ini malah meningkat hingga 40%. Kebanyakan pesanan lampion tersebut justru datang dari luar negeri, seperti Italia.
Berdiri pada tahun 1999, Kampoeng Lampion menjadi merk dagang perajin lampion di Kota Malang. Ahmad Syamsudin, salah satu perajin di Kampoeng Lampion mengaku, dua bulan sebelum Imlek, pesanan di tempatnya membludak hingga 6 ribu lampion. Selain dari dalam negeri seperti Malang Raya, Yogyakarta, dan Jakarta, dia pun memperoleh banyak orderan dari Italia.
“Setiap tahun, antara 2 ribu hingga 6 ribu lampion dikirim ke luar negeri, bahkan pelanggan dari Italia sudah order lampion sejak Desember 2022 lalu,” ungkap Ahmad. “Tingginya pesanan membuat kami harus menambah jumlah pekerja dari 5 orang menjadi 17 orang.”
Pengerjaan lampion buatan Ahmad dilakukan secara manual di rumahnya, tepatnya di Jalan Ir. H. Juanda No. 26 Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Selain rotan sebagai bahan utama, dia juga menyiapkan kain khusus berwarna-warni, lem, dan kuas. Untuk lampion yang banyak dipesan, biasanya berdiameter 30 sampai 50 cm, tetapi ada juga yang berukuran cukup besar hingga 1 meter. “Harga lampion bervariasi, mulai Rp25 ribu hingga jutaan rupiah, tergantung permintaan pemesan,” pungkasnya.
Lampion diyakini bermula pada zaman Dinasti Han Timur Kuno yang berdiri pada tahun 25-220 Masehi. Masyarakat pada masa itu akan menutup lilin dengan bingkai bambu, kayu, atau jerami gandum dan merentangkan sutra atau kertas sehingga api tidak mati tertiup angin. Penutup lampion pun seringkali dihias dengan beberapa karakter atau bentuk-bentuk lainnya.
Dipercaya, lampion mulai digunakan untuk festival pada masa Dinasti Tang, yang dirayakan setiap tahun pada hari kelima belas kalender bulan. Tanggal itu pun ditetapkan sebagai akhir Tahun Baru China. Saat ini, lampion bundar berwarna merah merupakan yang paling diasosiasikan sebagian besar orang di seluruh dunia sebagai lampion China. Warna merah itu menyimbolkan kemakmuran dalam budaya China.
Menjelang perayaan Imlek di Indonesia, lampion seolah menjadi semakin familiar. Biasanya lampion ada di klenteng atau restoran China. Selain itu, juga dapat ditemukan di tempat tinggal etnis Tionghoa di suatu wilayah yang biasa disebut Pecinan. Beberapa daerah bahkan mengadakan festival lampion untuk memeriahkan perayaan Imlek, seperti di Solo, Jawa Tengah.
Secara garis besar, lampion di Indonesia terbagi menjadi tiga jenis. Pertama, lampion tradisional yang digunakan untuk perayaan Imlek, selanjutnya adalah lampion modern dengan bahan, tampilan, dan warna yang lebih bervariasi, serta ketiga adalah ampion hasil akulturasi atau biasa disebut lampion daerah. Dari ketiga jenis lampion tersebut, lampion daerah merupakan lampion yang paling jarang dijumpai di Indonesia.