Islamofobia di Eropa Meningkat, Di Indonesia Bagaimana?

Ilustrasi: demo Islamofobia di Eropa (sumber: trtworld.com)
Ilustrasi: demo Islamofobia di Eropa (sumber: trtworld.com)

Paris – Sebuah studi baru melaporkan tingkat Islamofobia di Eropa meningkat saat terjadinya COVID-19. Ini karena banyak berita palsu yang menyoroti tindakan buruk kaum Muslim. Sementara itu, menanggapi hal ini, masyarakat Indonesia tidak terkejut karena Islamofobia sudah menjadi hal yang biasa.

Bacaan Lainnya

Islamofobia merupakan bentuk ketakutan yang berlebihan hingga berubah menjadi benci terhadap agama Islam dan kaum Muslim. Menurut TRT World dalam sebuah baru tentang Islamofobia, fenomena ini telah memburuk dan berada dalam yang kritis di Eropa selama dua tahun terakhir.

memang sempat menurunkan tindak kekerasan dan serangan fisik terhadap kaum Muslim. Namun, itu justru meningkatkan hujatan kebencian di dunia maya. Saat COVID-19 menyebar, sebagian besar orang lebih suka menghabiskan waktu luangnya dengan berselancar di internet dan menggunakan berbagai media sosial. Ini dimanfaatkan mereka yang memiliki Islamofobia untuk melecehkan kaum Muslim di Eropa.

“Pelecehan secara kepada Muslim adalah sebuah tren di kalangan Islamofobia,” ungkap Enes Bayrakli, seorang penulis laporan tingkat Islamofobia di Eropa. “Tak hanya itu, bahkan tren ini meluas hingga ke kalangan orang-orang yang awam dan hanya ingin ikut-ikutan demi popularitas.”

Tren pelecehan Islamofobia menyebar secara luas sejak 2020, ketika banyak berita palsu yang beredar seputar agama Islam. Ada sebuah berita yang mengatakan masjid adalah faktor meningkatnya COVID-19, karena aturan pandemi yang diterapkan kepada kaum Muslim lebih lunak supaya tidak dipandang sebagai rasisme. Berita palsu semacam ini mewakili persimpangan dan perkembangan para Islamofobia untuk melawan kaum Muslim.

Tahun 2021, kondisi Islamofobia di Eropa semakin kritis dan ditandai dengan munculnya perlawanan umat Muslim di negara Eropa terhadap bangsawan . Untuk memperjelas keadaan ini, beberapa majalah merilis berita Islamofobia dengan gambar sampul Presiden Prancis Emmanuel Macron.

“Macron telah menjadi wajah Islamofobia institusional dan struktural di Eropa,” jelas Bayrakli. “Kebijakannya secara langsung menargetkan, mendiskriminasi, dan mengkriminalisasi kaum Muslim di Perancis.”

Terkait kebijakan Macron, lebih dari 17 masjid ditutup di Prancis karena melanggar undang-undang keamanan yang tidak jelas standarnya. Selain itu, sudah dua tahun terakhir ada 89 masjid yang berada dalam pengawasan dan berisiko di-nonaktifkan.

Menanggapi kondisi Islamofobia di Eropa, budayawan dan politisi senior Ridwan Saidi mengatakan, umat Muslim di Indonesia jangan terpancing dengan situasi munculnya berbagai aksi kekerasan kepada para ulama dan fasilitas Islam. Saidi juga mengharapkan agar masyarakat menyadari Islamofobia perlu dihadapi dengan yang jernih dan dingin.

Meskipun mayoritas warga negara Indonesia beragama muslim, Islamofobia bukan berarti tidak ada. Ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan menjadi gangguan yang tak ada obatnya dari generasi ke generasi.

“Islamofobia di Indonesia sudah berlangsung sejak lama, turun menurun, dan tidak ada obatnya,” jelas Ridwan Saidi. “Kita cukup waspada saja dan tidak perlu bertindak gegabah. Semua harus dilandasi dengan akal sehat dan sabar.”

Untungnya, saat ini sudah banyak masyarakat Nusantara yang sadar pentingnya bertoleransi, sehingga tingkat Islamofobia di Indonesia tidak terlalu berisiko dan mengancam masyarakat.

Pos terkait