Inflasi Bertahan, The Fed Beri Sinyal: Rupiah di Ambang Bahaya!

JPMorgan - asia.nikkei.com

Nilai tukar rupiah yang mencapai 15.503 per dolar Amerika pada Rabu lalu di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate menunjukkan penguatan sebesar 1,2 persen. Namun, Jamie Dimon, Kepala JPMorgan Chase, memberikan peringatan bahwa mungkin terlalu euforia.
“Inflasi tak akan pergi begitu saja,” kata Dimon dalam wawancara dengan , “The Fed masih harus bertindak lebih jauh untuk menurunkan harga.”

Pernyataan Dimon ini sejalan dengan sinyal dari The Fed yang menunjukkan sikap hati-hati dalam menurunkan suku bunga. Pesan yang sama juga disampaikan oleh Bank San Francisco, Mary Daly, yang dalam wawancaranya dengan The Financial Times mengindikasikan bahwa The Fed masih belum menutup kemungkinan untuk menaikkan suku bunga guna meredam inflasi.

Bacaan Lainnya

Debat tentang masa depan kebijakan moneter The Fed menjadi fokus para analis, dengan pertanyaan utama: apakah siklus pengetatan moneter sudah berakhir? Dan, apakah suku bunga The Fed akan turun lebih cepat dari perkiraan sebelumnya?

Meski tampak jauh dari kehidupan sehari-hari, kebijakan The Fed memiliki dampak langsung pada rupiah dan ekonomi Indonesia. Ketergantungan pada dolar Amerika membuat setiap kebijakan dari The Fed berpotensi mengguncang nilai tukar rupiah.

Saat ini, ekonomi Indonesia masih berjuang mengurangi ketergantungan tersebut. Namun, faktor-faktor yang seharusnya mendukung rupiah, seperti surplus neraca perdagangan, juga mengalami penurunan. Sepanjang sepuluh bulan pertama tahun 2023, terjadi penurunan surplus sebesar 31,23 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Surplus perdagangan yang mengecil menjadi sinyal peringatan bagi rupiah dalam menghadapi gejolak pasar finansial global. Situasi ini membuat banyak pihak berharap prediksi Dimon dan Daly salah, sehingga The Fed dapat menurunkan bunga lebih cepat dan membantu rupiah menguat di tahun mendatang.

Pos terkait