NEW DELHI – Pemerintah India membuat kebijakan untuk melarang impor senjata dari negara lain dan lebih mengedepankan ‘kemandirian’ untuk memproduksi peralatan militer mereka sendiri, sebagian besar karena kurangnya dana untuk berbelanja di pasar global. Namun, sejumlah analis mengatakan bahwa militer India berpotensi menghadapi kekurangan peralatan karena sumber daya dalam negeri belum mencukupi untuk memproduksi senjata.
Seperti dilansir dari Deutsche Welle, Perdana Menteri Narendra Modi telah berulang kali menyerukan India untuk menjadi ‘mandiri’ dalam pengadaan senjata dan teknologi pertahanan sejak ia berkuasa pada tahun 2014. Menurut dia, pandemi virus corona yang berdampak pada sektor ekonomi mengajarkan mereka untuk mengandalkan tangan sendiri. Sejak itu, New Delhi berfokus pada kemandirian di berbagai sektor, termasuk pemrosesan makanan, elektronik, serta peralatan militer.
Untuk meningkatkan pengembangan dan kapasitas produksi dalam negerinya, India telah menempatkan larangan impor pada sejumlah sistem dan komponen militer. Kementerian Pertahanan setempat juga telah membuat daftar barang-barang yang akan dipaksa untuk dibeli oleh angkatan bersenjata India dari pabrikan lokal.
Para ahli mengatakan bahwa alasan yang jelas untuk dorongan kemandirian pemerintah adalah karena mereka tidak memiliki dana untuk berbelanja di pasar global dan membayar harga untuk persenjataan berteknologi tinggi. “Tanpa sumber keuangan yang besar untuk membeli senjata dari vendor global, India tidak punya banyak pilihan selain membuat persenjataannya sendiri,” ujar Ajai Shukla, analis pertahanan asal India.
Namun, sebuah laporan oleh Bloomberg pada bulan September 2022 menunjukkan bahwa India tidak membuat ‘cukup senjata secara lokal’ untuk memenuhi kebutuhan pertahanannya dan dilaporkan menghadapi ‘kekurangan’ senjata karena seruan Modi melalui kebijakan ‘Make in India’. Ini telah menimbulkan kekhawatiran tentang apakah kemandirian dapat memenuhi kebutuhan pertahanan mengingat ancaman dari negara tetangga, yakni China dan Pakistan.
“Selama 35 tahun, kami telah mencoba membuat mesin pesawat, tetapi kami belum mampu dan tidak ada yang mau membantu,” kata Anil Chopra, pensiunan Marsekal Udara Angkatan Udara India. “Negara-negara yang telah menawari kami teknologi mesin, jumlah yang mereka bayar sangat fenomenal dan pada akhirnya, mereka mungkin masih belum memberi kami 100% teknologi mereka.”
Chopra melanjutkan, India menghadapi ancaman khusus dari China dan Pakistan, yang keduanya memiliki senjata nuklir. Negaranya harus bersaing dengan dua tetangga yang sangat kuat dan karena itu India harus kuat secara militer. “Kami memiliki tentara terbesar kedua di dunia, angkatan udara terbesar keempat dan angkatan laut terbesar kelima. Jadi, untuk menopang angkatan bersenjata ini, kemandirian sangat penting,” sambungnya.
Dikatakan Shukla, salah satu tantangan yang dihadapi India dalam hal kemandirian sektor pertahanan adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara itu masih rendah. Menurut dia, ketika India mulai membuat persenjataan dan mencapai tingkat pencapaian ilmiah yang tinggi, para ilmuwan dan insinyurnya tidak dapat melanjutkan ke langkah berikutnya, membangun persenjataan yang lebih mampu memberikan kemenangan di medan perang modern.
“Kita tidak bisa hanya bekerja dengan persenjataan dan peralatan yang ketinggalan zaman dan berteknologi rendah,” papar Shukla. “Dibutuhkan waktu dan investasi untuk menaiki tangga teknologi dan mengembangkan persenjataan berkualitas yang dibutuhkan untuk bertahan hidup di medan perang modern.”
Laporan pada bulan September 2022 menunjukkan bahwa India dapat berisiko kekurangan helikopter pada tahun 2026 dan jet tempur pada tahun 2030, meskipun Chopra yakin India dapat menghadapi ‘situasi krisis’ mengenai kekurangan jet pada awal tahun 2025. Bagi Shukla, masalah utamanya adalah kesenjangan teknologi, yang menunjukkan ketidakmampuan India untuk memproduksi suku cadang penting untuk mesin pesawat.
“Ketika datang ke mesin aero, yang menghasilkan sepertiga dari biaya pesawat tempur modern, kami tidak memiliki teknologi untuk membuatnya, dan kami akhirnya mengimpornya,” katanya. “Senjata yang kami miliki bukan kelas dunia dan tidak pada tingkat mereka memberikan keunggulan instan di medan perang. Jadi, militer akhirnya bertempur dengan pesawat dan kendaraan berkualitas lebih rendah.”
Senada, Chopra mengatakan bahwa negaranya sangat kekurangan jet tempur dalam hal jumlah karena MIG-21 Bison akan pensiun pada tahun 2025. Sayangnya, mereka tidak memiliki sarana untuk mengisi empat skuadron itu pada hari ini. Sebanyak 114 jet baru yang seharusnya datang dari luar negeri akan memakan waktu enam sampai tujuh tahun, itu jika mereka datang. “Dua area lain adalah sistem peringatan dan kontrol udara (AWACS) dan pesawat pengisian bahan bakar penerbangan,” pungkasnya.