SINGAPURA – pasar properti di kawasan Asia diprediksi akan mengalami penurunan harga yang cukup tajam, demikian menurut studi terbaru yang diterbitkan International Monetary Fund alias IMF. Suku bunga yang lebih tinggi, yang membuat harga rumah menjadi kurang terjangkau bagi konsumen kelas menengah, yang dimulai sejak pandemi Covid-19, menjadikan ledakan properti, yang berpotensi menyebabkan koreksi harga.
Seperti dilansir dari Nikkei Asia, lonjakan harga rumah yang lebih awal di banyak negara Asia-Pasifik menimbulkan kekhawatiran tentang keterjangkauan, yang akhirnya menimbulkan risiko koreksi yang signifikan di sejumlah pasar. Laporan tersebut menyoroti bahwa pada tahun 2021 di Korea Selatan saja misalnya, harga rumah yang disesuaikan dengan inflasi naik sekitar 20%.
Selama periode yang sama, harga properti di Jepang dan Singapura mengalami kenaikan sekitar 10%, sedangkan harga di China dan Thailand mengalami kenaikan sekitar 5%, sebelum tanda-tanda perlambatan muncul di beberapa bagian Asia pada tahun ini. Penarikan stimulus moneter di tengah inflasi yang tinggi kini membebani harga.
Kondisi keuangan yang lebih ketat meningkatkan biaya pinjaman dan, akibatnya, permintaan perumahan mulai menurun, dengan koreksi pasar sudah berlangsung di beberapa negara, demikian catat laporan tersebut. Suku bunga hipotek rumah diprediksi akan naik lebih lanjut, dengan federal Reserve menaikkan suku bunga setengah poin persentase minggu ini.
Bank-bank sentral di sejumlah negara pun mengikuti langkah yang diambil The Fed, membawa lembaga keuangan bersama mereka. Pemberi pinjaman lantas mendongkrak suku bunga untuk pinjaman rumah, meningkatkan kekhawatiran tentang keterjangkauan harga di Asia karena pemilik rumah bergulat dengan pembayaran yang lebih tinggi.
Studi tersebut mencatat bahwa siklus ‘boom dan bust’ di pasar perumahan Asia-Pasifik telah menandai dampak pada ekonomi yang lebih luas. “Studi kami pada dasarnya menunjukkan bahwa untuk meringankan, atau menangani, keterjangkauan perumahan, pemerintah dapat memberikan target, misalnya, asuransi atau jaminan hipotek,” kata salah satu penulis studi IMF, Kenichiro Kashiwase, pada briefing online hari Kamis (15/12).
Kenaikan harga selama pandemi virus corona, didukung suku bunga hipotek yang rendah karena bank sentral melonggarkan kebijakan moneter, sekarang kondisinya sedang dibalik. Hal ini menciptakan ketidaksejajaran harga yang cukup besar dan risiko penurunan harga yang lebih tinggi di masa depan. Penurunan harga bisa berkisar antara 5% hingga 20% di beberapa negara, dengan kenaikan suku bunga menambah risiko.
“Fase saat ini terlihat seperti titik balik lain bagi banyak negara, dengan lonjakan harga rumah pasca-pandemi kini berpotensi berbalik arah dalam konteks perlambatan pertumbuhan dan kenaikan suku bunga,” papar Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Krishna Srinivasan. “Kami perkirakan tahun 2023 akan lebih buruk dari tahun 2022. Inflasi masih sangat tinggi dan kondisi keuangan sedang ketat, sehingga keadaan terlihat tidak begitu baik.”